SwaraWarta.co.id – Persaudaraan dalam Islam bukan sekadar keramahan biasa; ia adalah ikatan spiritual yang sangat mendalam, bahkan sering kali digambarkan lebih kuat dari ikatan darah.
Konsep ini terasa sangat jelas dan hidup dalam momen-momen penting seperti saat melaksanakan ibadah haji di Mekah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Setiap tahun, jutaan Muslim dari berbagai latar belakang berkumpul untuk menjalankan rukun Islam yang kelima ini, semuanya mengenakan pakaian ihram yang sederhana berwarna putih.
Di tengah kerumunan tersebut, seorang pengusaha dari Zimbabwe mungkin mendapati dirinya sedang berdiri dan berdoa di sebelah seorang petani asal Malaysia, seorang dokter dari Prancis, dan seorang guru dari Brunai.
Pada saat itu, semua status sosial yang dibawa dari dunia luar lenyap, dan mereka berdiri setara di hadapan Allah.
Bagi banyak jamaah, momen ini adalah pengalaman yang sangat menyentuh, di mana perasaan persaudaraan sejati benar-benar dirasakan.
Namun, pengalaman persaudaraan dalam Islam tidak hanya terbatas pada peristiwa besar seperti haji.
Rasa kebersamaan ini juga tercermin dalam kehidupan sehari-hari, saat umat Muslim saling membantu, terutama ketika ada anggota komunitas yang sedang mengalami kesulitan.
Misalnya, ketika sebuah keluarga Muslim kehilangan rumah mereka akibat kebakaran, sering kali komunitas Muslim setempat dengan cepat menggalang bantuan untuk memberikan dukungan.
Mereka menyediakan tempat tinggal sementara, pakaian, serta kebutuhan pokok lainnya bagi keluarga yang tertimpa musibah.
Aksi solidaritas ini tidak terorganisir oleh otoritas pusat, melainkan terjadi secara spontan sebagai wujud rasa tanggung jawab dan kasih sayang dari sesama Muslim.
Pada bulan suci Ramadan, rasa kebersamaan ini kembali terlihat jelas.
Banyak masjid yang menyelenggarakan acara buka puasa bersama setiap hari.
Iftar atau buka puasa ini terbuka untuk semua orang, baik Muslim maupun non-Muslim.
Seorang musafir yang datang dari negeri yang jauh bisa saja mendapati dirinya duduk bersama keluarga-keluarga lokal di masjid kecil, dan langsung diperlakukan seperti anggota komunitas.
Tidak ada perbedaan yang dirasakan; semua orang disambut dengan tangan terbuka dan diundang untuk menikmati hidangan yang telah disiapkan.
Begitu pula, para pelajar Muslim yang merantau ke luar negeri untuk melanjutkan studi sering kali menemukan jaringan dukungan yang kuat melalui pusat-pusat Islam atau asosiasi mahasiswa Muslim setempat.
Banyak dari mereka yang menceritakan bagaimana mereka disambut di rumah-rumah keluarga Muslim lokal untuk makan malam mingguan.
Kehangatan ini membantu mereka mengatasi rasa rindu kampung halaman dan keterkejutan budaya yang mungkin mereka rasakan di tempat baru.
Dukungan seperti ini mencerminkan bagaimana persaudaraan Islam melampaui batasan geografis dan budaya.
Dalam situasi krisis, seperti bencana alam atau konflik, organisasi bantuan Muslim sering kali bergerak cepat untuk memberikan dukungan kepada daerah-daerah yang terkena dampak, tanpa memandang latar belakang agama di wilayah tersebut.
Setelah bencana alam besar, relawan Muslim dari berbagai negara biasanya ikut serta dalam upaya bantuan lokal untuk memberikan bantuan kemanusiaan, menjadikan prinsip persaudaraan sebagai kekuatan nyata dalam skala global.
Para mualaf sering kali merasa sangat terkejut dengan betapa cepatnya mereka diterima dalam komunitas Muslim.
Banyak dari mereka yang merasa seperti mendapatkan keluarga baru dalam waktu semalam.
Ikatan spiritual yang kuat, rasa tanggung jawab bersama, serta penerimaan tanpa syarat menjadi bagian yang integral dari pengalaman menjadi seorang Muslim.
Mereka yang baru memeluk Islam sering kali berbagi kisah tentang betapa mereka disambut dengan penuh kehangatan dan dukungan oleh sesama Muslim, meskipun sebelumnya mereka adalah orang asing.
Para pelancong juga sering kali menceritakan pengalaman tentang kebaikan hati yang tak terduga dari sesama Muslim di negeri asing.
Ada banyak cerita tentang orang-orang yang dengan sukarela memberikan bantuan, menyediakan tempat tinggal, atau sekadar menawarkan makanan kepada para musafir, bahkan ketika ada hambatan bahasa.
Rasa percaya dan persaudaraan yang instan ini sering kali disebut sebagai manifestasi nyata dari persaudaraan dalam Islam.
Selain itu, para pengungsi dan imigran yang tiba di negara baru sering kali menemukan penghiburan dan dukungan dalam komunitas Muslim setempat.
Banyak dari mereka yang menceritakan bagaimana sesama Muslim membantu mereka dalam berbagai hal, mulai dari menyediakan perabotan untuk rumah baru, membantu mencari pekerjaan, hingga mengajari anak-anak mereka bahasa setempat.
Tindakan kebaikan ini, yang memperlakukan pendatang baru seolah-olah mereka adalah anggota keluarga yang telah lama hilang, bukan orang asing, adalah contoh nyata dari kedalaman persaudaraan dalam Islam.
Secara keseluruhan, persaudaraan dalam Islam adalah sesuatu yang sangat unik dan kuat.
Ini adalah campuran ikatan spiritual, rasa tanggung jawab bersama, dan penerimaan tanpa syarat.
Bagi banyak Muslim, perasaan persaudaraan ini bukan hanya konsep teoretis, tetapi sebuah pengalaman nyata yang mereka rasakan dalam kehidupan sehari-hari, di mana pun mereka berada di dunia.
Baik melalui bantuan spontan dalam krisis, sambutan hangat saat perjalanan, atau dukungan bagi mereka yang merantau, persaudaraan Islam selalu hadir sebagai kekuatan yang menyatukan umat di seluruh dunia.***