SwaraWarta.co.id – Dalam ajaran Islam, makanan merupakan salah satu nikmat Allah yang harus disyukuri dan dihargai.
Larangan mencela makanan menjadi salah satu prinsip penting dalam menjaga adab dan etika terhadap karunia-Nya.
Melalui berbagai riwayat hadits dan panduan Al-Qur’an, umat Islam diajarkan untuk tidak mencela atau merendahkan makanan apapun yang mereka temui.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Larangan ini bukan hanya soal etika sosial, tetapi juga soal kesadaran spiritual terhadap nikmat Allah yang telah diberikan.
Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam mengenai larangan mencela makanan, mengapa hal ini penting, dan bagaimana kita dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pengertian Mencela Makanan dalam Islam
Mencela makanan berarti merendahkan atau mengungkapkan ketidaksukaan terhadap suatu makanan dengan ungkapan negatif.
Dalam bahasa Arab, istilah ini dikenal dengan “tashtum at-ta’am,” yang artinya mengkritik atau menjelek-jelekkan makanan.
Dalam banyak riwayat hadits, Rasulullah SAW sangat menekankan pentingnya menghormati makanan yang ada di hadapan kita, bahkan jika makanan tersebut tidak sesuai dengan selera pribadi.
Salah satu hadits yang masyhur adalah ketika Rasulullah SAW bersabda, “Beliau tidak pernah mencela makanan.
Jika beliau menyukainya, beliau akan memakannya, dan jika tidak menyukainya, beliau meninggalkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Larangan mencela makanan mengajarkan kita untuk tetap bersikap positif terhadap nikmat yang diberikan Allah, meskipun tidak sesuai dengan keinginan kita. Ini juga mencerminkan sikap tawadhu (rendah hati) dan syukur.
Pandangan Ulama dan Sumber Hukum Terkait Larangan Mencela Makanan
Dalam berbagai sumber fikih, larangan mencela makanan ini banyak dibahas. Sebagian besar ulama sepakat bahwa mencela makanan adalah perbuatan yang tidak dianjurkan dalam Islam.
Syekh Yusuf al-Qaradawi, seorang ulama terkemuka, menyebutkan dalam salah satu karyanya bahwa sikap terhadap makanan harus didasarkan pada rasa syukur dan pengendalian diri.
Bahkan, dalam tafsir Al-Qur’an, Surah Al-A’raf ayat 31 juga memberikan peringatan untuk tidak berlebihan atau mengingkari nikmat yang telah Allah berikan.
Selain itu, dalam hadis lain disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah dihidangkan daging biawak, tetapi beliau tidak memakannya.
Beliau tidak mencela makanan tersebut, melainkan hanya meninggalkannya tanpa mengeluarkan kritik (HR. Bukhari). Ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga lisan dan sikap terhadap makanan yang tidak kita sukai.
Kesimpulan
Larangan mencela makanan adalah salah satu ajaran penting dalam Islam yang mengajarkan kita untuk selalu bersyukur, menghargai nikmat Allah, dan menjaga adab dalam kehidupan sosial.
Dengan menerapkan prinsip ini, kita tidak hanya akan menjadi pribadi yang lebih baik, tetapi juga berkontribusi pada terciptanya harmoni dalam pergaulan sehari-hari.
Etika menghargai makanan bukanlah hal yang remeh, tetapi merupakan bagian dari kesadaran spiritual yang lebih besar tentang rezeki dan pemberian Allah.