SwaraWarta.co.id– Wanita yang bekerja memang sudah hal yang wajar dan tidak ada hukum yang melarangnya. Jika melihat pada zaman dahulu terutama pada masa sebelum kemerdekaan, masih sedikit wanita yang berpendidikan dan hanya dirumah menjadi ibu rumah tangga.
Menilik sekarang kebebasan pada wanita semakin besar, hal ini menjadi suatu perkembangan yang positif. Namun, bagaimana hukum wanita yang bekerja di agama Islam?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mari kita simak pembahasan berikut:
Hukum Wanita yang Bekerja dalam Islam
Hukum wanita yang bekerja dalam agama Islam awalnya juga sama seperti laki-laki, wanita juga diperbolehkan bekerja.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz, mufti Arab Saudi pernah berkata:
لا يمنع الإسلام عمل المرأة ولا تجارتها فالله جل وعلا شرع للعباد العمل وأمرهم به فقال: وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ [التوبة:105]، وقال: لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا [الملك:2]، وهذا يعم الجميع الرجال والنساء، وشرع التجارة للجميع، فالإنسان مأمور بأن يتجر ويتسبب ويعمل سواء كان رجلا أو امرأة، قال تعالى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ [النساء:29]، هذا يعم الرجال والنساء جميعًا “Islam
“Islam tidak pernah melarang wanita untuk bekerja dan berdagang. Bahkan Allah Ta’ala memerintahkan semua hamba untuk beramal/bekerja. Allah berfirman: “Beramalah kalian, Allah, rasulNya dan kaum mukminun akan melihatnya” (QS, At-Taubah 105). Dan Allah juga berfirman: “Allah akan menguji kalian, siapakah yang paling baik amalnya” (QS. Al-Mulk:2).
Ustadz Muhammad Ihsan menjelaskan, ayat tersebut mencakup laki-laki dan wanita. “Allah juga membolehkan perdagangan untuk semua kalangan. Manusia diperintahkan untuk berdagang, mencari sebab dan bekerja, baik laki-laki dan wanita,”ujar alumni STDI Imam Syafi’i Jember (ilmu hadits) yang juga pengasuh di Dewan konsultasi Bimbingan Islam ini. Allah Ta’ala berfirman: يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَاۡكُلُوۡۤا اَمۡوَالَـكُمۡ بَيۡنَكُمۡ بِالۡبَاطِلِ اِلَّاۤ اَنۡ تَكُوۡنَ تِجَارَةً عَنۡ تَرَاضٍ مِّنۡكُمۡ ۚ وَلَا تَقۡتُلُوۡۤا اَنۡـفُسَكُمۡؕ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمۡ رَحِيۡمًا “Hai orang-orang yang beriman, jangan kalian memakan harta sebagian kalian dengan cara yang bathil, kecuali dengan cara perdagangan yang berasaskan saling ridha” (QS. An-Nisa: 29).
Perbedaan dalam Praktik
Ustadz Muhammad Ihsan menjelaskan bahwa sesuatu yang awalnya diperbolehkan (mubah) bisa berubah hukumnya menjadi makruh, haram, sunnah, atau bahkan wajib tergantung pada faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Misalnya, seorang wanita boleh bekerja di luar rumah, tetapi pekerjaan tersebut bisa menjadi haram jika melanggar aturan syar’i. Di sisi lain, jika pekerjaan tersebut merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan, seperti menjadi bidan atau dokter kandungan, dan tidak ada alternatif lain, maka pekerjaan tersebut bisa menjadi sunnah atau bahkan wajib.
Disebutkan dalam fatwa islamweb:
فتعلم المرأة للعلوم المدنية المذكورة في السؤال: الأصل فيه الجواز، وقد ينتقل إلى الكراهة والحرمة، أو إلى الاستحباب والوجوب، وذلك بحسب حال الدراسة، وحاجة المجتمع، فإذا انضبط حال الدراسة بالضوابط الشرعية، وكان مجالها مما يحتاج إليه المجتمع، كتطبيب النساء, والتدريس لهن, ونحو ذلك، كان احتساب المرأة في تعلم ذلك مما يقربها إلى الله
“Hukum seorang wanita yang mempelajari ilmu dunia yang disebutkan dalam pertanyaan, asalnya adalah boleh, dan bisa berubah menjadi makruh dan haram, bisa juga berubah menjadi dianjurkan dan wajib. Semua itu tergantung keadaan pembelajaran dan kebutuhan masyarakat. Apabila pembelajaran sesuai dengan aturan syar’i dan ilmu tersebut dibutuhkan oleh masyarakat, seperti: dokter wanita atau guru untuk wanita dan semisalnya, maka jika seorang wanita mengharapkan pahala dari Allah dengan mempelajarinya, hal tersebut bisa menjadi jalan yang bisa mendekatkan dirinya kepada Allah.”
Penulis : Vahira Mona Luthfita, Jurnalis Magang