Swarawarta.co.id – Hukum menikah beda agama menurut Islam belakangan memang banyak diperbincangkan oleh sejumlah orang.
Pasalnya sejumlah orang mengatakan pasangan beda agama hubungannya lebih awet.
Pandangan Menikah Beda Agama Menurut Islam
Menikah dalam Islam memiliki aturan yang jelas dan sangat terikat dengan aspek-aspek keyakinan agama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam ajaran Islam, pernikahan dianggap sebagai ikatan yang suci dan merupakan sunnah yang sangat dianjurkan untuk menjaga kelangsungan generasi, menjaga kehormatan diri, serta memperkuat tali kekeluargaan.
Namun, ketika membicarakan menikah beda agama menurut Islam, terdapat pandangan yang berbeda berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an, hadits, serta pandangan ulama.
Berikut ini hukum menikah beda agama yang wajib diketahui:
1. Hukum Menikah Beda Agama untuk Pria Muslim
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Maidah ayat 5 yang artinya:
“Dan dihalalkan mengawini perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu...”(QS. Al-Maidah: 5)
Ayat ini menjadi dasar bagi sebagian ulama yang memperbolehkan pria muslim menikahi wanita Ahli Kitab, yaitu wanita yang beragama Yahudi atau Nasrani, dengan syarat bahwa wanita tersebut menjaga kehormatan (muhshanat).
Ahli Kitab dalam konteks ini adalah mereka yang memiliki kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT sebelum Al-Qur’an, yaitu Taurat (untuk Yahudi) dan Injil (untuk Nasrani).
Pernikahan tersebut diperbolehkan dalam kondisi tertentu, namun tidak dianjurkan. Hal ini dikarenakan ada potensi bahaya dalam hubungan pernikahan, terutama terkait dengan pendidikan anak-anak yang dihasilkan dari pernikahan tersebut.
Anak-anak tersebut berpotensi besar terpapar dengan dua keyakinan yang berbeda, yang bisa menimbulkan kebingungan.
2. Hukum Menikah Beda Agama untuk Wanita Muslimah
Berbeda dengan pria muslim, wanita muslimah dilarang secara tegas untuk menikahi pria non-muslim, baik dari kalangan Ahli Kitab maupun dari agama lain.
Hal ini berdasarkan pada firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 221 yang berbunyi:
“Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin), sebelum mereka beriman. Sesungguhnya hamba sahaya yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu…” (QS. Al-Baqarah: 221)
Ayat ini dengan jelas melarang wanita muslimah untuk menikahi pria yang tidak beriman atau yang tidak memeluk agama Islam.
Larangan ini berlaku tanpa kecuali, termasuk untuk pria Ahli Kitab sekalipun. Alasan utama larangan ini adalah karena posisi kepala rumah tangga yang dipegang oleh suami dalam keluarga.
Dalam Islam, suami memiliki tanggung jawab untuk memimpin dan mendidik keluarganya sesuai dengan ajaran Islam.
Jika seorang wanita muslimah menikah dengan pria non-muslim, dikhawatirkan nilai-nilai Islam tidak dapat dipertahankan dalam rumah tangga tersebut.
3. Pendapat Ulama dan Kontroversi
Meskipun terdapat ketentuan dasar yang melarang pernikahan beda agama, di dunia modern ini, ada ulama yang memiliki pandangan lebih terbuka terhadap situasi pernikahan beda agama.
Beberapa ulama moderat mengajukan bahwa dalam kondisi tertentu, misalnya di negara yang mayoritas non-muslim atau di komunitas multikultural, fleksibilitas dapat diberikan dengan syarat-syarat yang ketat, seperti komitmen untuk menjaga keyakinan Islam dalam keluarga.
Namun, mayoritas ulama, terutama dari mazhab-mazhab klasik, tetap berpegang teguh pada pandangan bahwa pernikahan beda agama, khususnya bagi wanita muslimah, tetap dilarang karena bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar syariah.
Secara umum, dalam Islam, pernikahan beda agama tidak dianjurkan dan bahkan dalam beberapa kasus, dilarang.
Untuk pria muslim, masih ada toleransi untuk menikah dengan wanita Ahli Kitab, namun tetap tidak dianjurkan karena banyak tantangan yang dapat timbul dari perbedaan keyakinan.
Sementara itu, untuk wanita muslimah, hukum Islam melarang dengan tegas pernikahan dengan pria non-muslim, baik dari kalangan Ahli Kitab maupun agama lain.
Pernikahan dalam Islam bertujuan untuk menciptakan keluarga yang harmonis berdasarkan prinsip-prinsip tauhid dan keimanan kepada Allah.
Oleh karena itu, menikah dengan pasangan yang memiliki keyakinan yang sama dianggap lebih ideal untuk mencapai tujuan tersebut.