swarawarta.co.id – Nurul Ghufron, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengeluarkan pernyataan terkait kabar wacana klarifikasi Kaesang Pangarep mengenai dugaan gratifikasi penggunaan jet pribadi.
Ghufron menyebut bahwa KPK saat ini masih mempertimbangkan beberapa hal terkait dugaan gratifikasi tersebut.
“Nggak ada pembatalan. Jadi begini, karena pertimbangannya gratif (gratifikasi) sifatnya adalah pelaporan dari penyelenggara negara, bupati, gubernur,” ujar Nurul Ghufron di Serang, Banten, Kamis (5/9/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KPK tengah mendalami perihal aturan penyelenggara negara dalam kasus dugaan gratifikasi, dan akan melakukan pemeriksaan serta menentukan langkah-langkah selanjutnya.
“Oleh KPK diperiksa dan ditentukan apakah dirampas atau diserahkan kepada penerima,” katanya.
Meski demikian, Ghufron menegaskan bahwa Kaesang bukanlah seorang penyelenggara negara sehingga tidak terikat pada kewajiban untuk melaporkan dugaan gratifikasi yang ia terima.
“Sementara yang Anda tanyakan tadi yang bersangkutan bukan penyelenggara negara, sehingga tidak ada kewajiban hukum untuk melaporkan. Jadi kalau kemudian dikait-kaitkan dengan pihak-pihak yang lain, itu sekali lagi, di prosedur KPK, di Undang-Undang KPK Nomor 30/2022 juncto 19/2019, sifatnya KPK masih pasif. Anda pejabat, lapor ke kami, kami yang menentukan. Kalau kemudian ditentukan dirampas negara, dirampas, kalau diserahkan, diserahkan ke Anda,” jelasnya.
Walau begitu, jika pada masa depan terbukti bahwa dugaan gratifikasi tersebut benar adanya, Ghufron beranggapan bahwa penerima gratifikasi dapat lolos dari Pasal 12 b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
“Kalau kemudian itu terbukti di beberapa tahun yang akan datang itu ternyata gratif misalnya, Anda udah bebas dari pasal-pasal dugaan Pasal 12b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” jelasnya
Adapun terkait penggunaan jet pribadi oleh Wali Kota Medan Bobby Nasution, Ghufron menyatakan bahwa KPK dalam hal ini bertindak secara pasif.
Dalam penanganan kasus gratifikasi, KPK hanya dapat menindaklanjuti apabila menerima laporan dari penerima gratifikasi terkait dugaan kasus tersebut.
“Sifatnya, KPK itu pasif menerima, misalnya Anda bupati, Anda wali kota, Anda yang melaporkan ke kami, kami yang periksa, bukan kami yang mendatangi. Itu anunya, ini gratif ya,” pungkasnya.