SwaraWarta.co.id – Islam telah memberikan pedoman yang sangat jelas terkait dengan batasan-batasan antara laki-laki dan perempuan.
Dalam Al Quran, Allah berbicara secara langsung kepada istri-istri Nabi Muhammad SAW, yang dikenal sebagai wanita paling suci, dan jauh dari segala bentuk kemaksiatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagai istri Nabi Muhammad SAW, mereka memiliki kedudukan yang sangat mulia dan menjadi teladan bagi umat Muslim.
Meskipun demikian, mereka tetap diperintahkan untuk menjaga diri dari perilaku yang dapat mendekati perbuatan yang tidak diinginkan.
Perintah ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh Muslim tentang pentingnya menjaga kesucian dan kehormatan diri.
Islam juga dengan tegas melarang percampuran bebas antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.
Aturan ini dibuat untuk menjaga martabat dan kehormatan setiap individu serta menghindari godaan yang bisa merusak iman dan moral.
Larangan ini ditegaskan dalam berbagai teks Islam, termasuk dalam hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat Nabi.
Salah satu hadits yang terkenal dalam hal ini adalah yang diriwayatkan oleh ‘Uqbah Ibn ‘Aamir r.a, di mana Nabi Muhammad SAW, bersabda:
“Janganlah kalian memasuki tempat perempuan (yang bukan mahram).”
Seorang pria dari kalangan Anshar kemudian bertanya: “Bagaimana dengan ipar kami?” Ipar di sini merujuk pada kerabat suami, seperti saudara laki-laki, sepupu, atau keponakan.
Nabi Muhammad SAW menjawab: “Ipar itu seperti maut.” (HR. Al-Bukhari & Muslim).
Hadits ini menunjukkan betapa bahayanya interaksi antara seorang perempuan dengan kerabat suaminya yang bukan mahram.
Nabi Muhammad SAW menggambarkan mereka sebagai “maut” untuk memperingatkan umat tentang bahaya yang mungkin timbul dari percampuran yang tampaknya tidak berbahaya namun bisa berujung pada fitnah dan kerusakan.
Pesan dari hadits ini sangat jelas. Islam tidak hanya melarang perbuatan yang dianggap dosa besar, tetapi juga menutup pintu-pintu yang dapat membawa seseorang ke arah dosa.
Salah satunya adalah melalui larangan interaksi bebas antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, termasuk di dalamnya ipar dan kerabat dekat yang bukan mahram.
Perlu dipahami bahwa sabda Nabi Muhammad bukanlah sekadar pendapat pribadi, melainkan wahyu dari Allah.
Oleh karena itu, seorang Muslim sejati harus tunduk pada aturan-aturan ini dengan penuh keikhlasan, tanpa mencari-cari celah untuk menentang atau mengabaikannya.
Menerima aturan ini bukan hanya soal ketaatan, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap kehormatan diri dan orang lain.
Dengan menjaga diri dari percampuran yang tidak perlu, umat Muslim dapat menghindari situasi yang dapat memicu fitnah, menjaga hati dari godaan, serta memelihara keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.
Lebih dari itu, tindakan ini juga menjadi wujud nyata dari ketakwaan kepada Allah dan ketaatan pada sunnah Nabi Muhammad SAW.
Sebagai penutup, penting bagi setiap Muslim untuk selalu mengingat bahwa ajaran Islam selalu ditujukan untuk menjaga kehormatan dan kesucian umatnya.
Dengan mengikuti larangan-larangan yang telah ditetapkan, termasuk dalam hal interaksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram,
kita dapat mencapai tujuan mulia yang diinginkan oleh agama ini, yaitu menjaga kesucian hati, pikiran, dan perbuatan dari segala bentuk kemaksiatan.***