SwaraWarta.co.id – Direktur Eksekutif Era Politik, Khafidlul Ulum, menyoroti keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang menunda Rapat Paripurna untuk pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada).
Menurut Khafidlul, langkah tersebut diduga dilakukan sebagai upaya meredam amarah masyarakat yang menolak revisi tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Khafidlul menyatakan bahwa pengesahan revisi UU Pilkada berpotensi menimbulkan keresahan yang lebih besar di kalangan masyarakat.
Untuk itu, DPR memilih untuk menunda rapat paripurna sejenak guna memberi waktu agar kemarahan publik sedikit mereda.
Dia menambahkan bahwa langkah ini bisa jadi hanya sebuah taktik untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari polemik yang sedang berkembang.
Penundaan ini dianggap janggal oleh Khafidlul, mengingat pada pembahasan RUU Pilkada sebelumnya yang berlangsung pada Rabu, 21 Agustus, hampir semua fraksi menyatakan persetujuannya untuk membawa pembahasan ini ke rapat paripurna.
PDI Perjuangan adalah satu-satunya fraksi yang menolak.
Namun, saat rapat paripurna digelar, mayoritas anggota DPR justru tidak hadir, padahal kehadiran mereka bisa saja mengesahkan RUU Pilkada menjadi undang-undang.
Khafidlul menekankan bahwa penundaan ini bukanlah solusi final dari polemik yang ada.
Dia mengingatkan bahwa DPR tetap memiliki peluang untuk mengesahkan RUU tersebut tanpa sepengetahuan publik, kapan saja dan dalam waktu yang tidak terduga.
Melihat situasi ini, Khafidlul berharap agar masyarakat tetap aktif dalam memantau dan mengkritisi proses pembahasan RUU Pilkada.
Menurutnya, pengawasan dari masyarakat sangat penting untuk mencegah kemungkinan pengesahan RUU ini secara diam-diam tanpa pengawasan publik.
Sebelumnya, demonstrasi besar-besaran dilakukan oleh massa yang menolak upaya DPR RI untuk menyetujui pengesahan RUU Pilkada menjadi undang-undang dalam rapat paripurna.
Namun, rapat tersebut akhirnya ditunda karena tidak memenuhi kuorum. Tercatat hanya sebanyak 86 dari 575 anggota DPR RI saja yang hadir pada rapat tersebut.
Berdasarkan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, Pasal 281 ayat (1) menyebutkan bahwa rapat hanya dapat dibuka apabila lebih dari setengah jumlah anggota rapat yang terdiri atas lebih dari setengah unsur fraksi telah hadir.
Sementara itu, ayat (2) menjelaskan bahwa jika syarat ini belum terpenuhi, ketua rapat berwenang untuk menunda pembukaan rapat.
Penundaan ini dapat dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 menit, sebagaimana dijelaskan pada ayat (3).
Meskipun rapat telah ditunda, Khafidlul mengingatkan bahwa upaya untuk mengesahkan RUU Pilkada masih bisa dilakukan oleh DPR kapan saja.
Oleh karena itu, dia mengajak masyarakat untuk terus waspada dan terlibat dalam proses pengawasan agar keputusan tersebut tidak diambil secara sepihak tanpa transparansi dan pengawasan yang memadai.***