SwaraWarta.co.id Premeditatio Malorum adalah istilah dari tradisi Yunani-Romawi Kuno yang berarti “berlatih menghadapi penderitaan.”
Baca Juga: Pentingnya Self Efficacy dalam Mencapai Keberhasilan dan Kesejahteraan Psikologis
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Istilah ini populer di kalangan penganut Stoikisme, yang percaya bahwa banyak hal dalam hidup berada di luar kendali kita.
Oleh karena itu, kita perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan terburuk.
Dengan melatih diri untuk menghadapi penderitaan—tentu saja dalam batas yang wajar—kita diharapkan siap saat musibah datang.
Contoh dari latihan ini bisa dilihat pada filsuf Romawi, Seneca. Meski kaya, Seneca dua kali setahun menanggalkan pakaian mewahnya dan mengenakan pakaian kumuh.
Ia bahkan tidur di jalan, makan roti keras, dan minum dari tempat minum hewan peliharaan.
Tentu, kita tidak perlu seekstrem itu, tetapi esensinya adalah mempersiapkan diri untuk menghadapi yang terburuk.
Manfaat Premeditatio Malorum Menurut William Irvine
Manfaat dari premeditatio malorum ini cukup banyak. Salah satunya adalah membantu kita untuk tidak terlalu melekat pada harta benda dan kondisi nyaman yang kita miliki saat ini. Latihan ini membuat kita sadar bahwa tidak ada yang permanen dalam hidup.
William Irvine, dalam bukunya A Guide To The Good Life, menyebutkan tiga manfaat utama dari “latihan menghadapi penderitaan” ini:
1. Menjadi Lebih Tangguh: Seperti tentara yang berlatih di masa damai, kita akan lebih siap menghadapi masa-masa sulit.
2. Meningkatkan Kepercayaan Diri: Ketika kita menyadari bahwa kita bisa menanggung kesulitan, kepercayaan diri kita perlahan meningkat
3. Melawan Adaptasi Hedonis: Ini adalah fenomena di mana kenikmatan dari hal-hal duniawi menurun seiring waktu. Dengan berlatih premeditatio malorum, kita menciptakan “jarak” dengan hal-hal tersebut, sehingga bisa kembali mensyukurinya.
Baca Juga: Gak Perlu ke Psikolog lagi! Ini 10 Tips Efektif Menjaga Kesehatan Mental di Era Digital
Jadi, premeditatio malorum adalah cara untuk mempersiapkan diri menghadapi kesulitan, sehingga ketika “Dewi Keberuntungan” tidak berpihak kepada kita, kita sudah siap.