SwaraWarta.co.id – Dikabarkan bahwa Pakistan pada Kamis, 1 Agustus kemarin, mengumumkan akan mengadakan hari berkabung nasional untuk menghormati pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, yang meninggal dalam serangan rudal di Teheran.
Peringatan ini dijadwalkan berlangsung pada Jumat, menurut pernyataan resmi dari pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Perdana Menteri Pakistan, Shehbaz Sharif, pada Rabu (31/7) mengecam keras pembunuhan Haniyeh, mengkritik tindakan Israel yang disebutnya sebagai “pelanggaran sangat jelas terhadap hukum internasional.”
Sharif menegaskan bahwa Israel telah mengabaikan semua norma internasional dengan melakukan serangan ini.
Dalam pidatonya di depan anggota parlemen aliansi yang berkuasa di Islamabad, Sharif mengungkapkan kekesalannya terhadap sikap negara-negara Barat yang bungkam atas insiden ini.
Ia menilai bahwa tindakan brutal yang dilakukan oleh Netanyahu adalah sebuah ujian bagi negara-negara maju.
Hamas dan Iran mengkonfirmasi kematian Haniyeh dalam sebuah serangan udara yang menghantam kediamannya di Teheran pada Rabu dini hari.
Serangan tersebut terjadi hanya satu hari setelah Haniyeh menghadiri pelantikan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian.
Meskipun Israel belum memberikan komentar resmi mengenai kematian Haniyeh, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengisyaratkan keterlibatan negaranya dalam pembunuhan tersebut.
Sharif juga memberikan penghormatan kepada Haniyeh atas “pengorbanannya” untuk perjuangan Palestina, serta menyebutkan bahwa Israel telah membunuh putra-putra Haniyeh dan beberapa anggota keluarga lainnya dalam serangan di Jalur Gaza.
Beberapa partai agama dan politik di Pakistan mengumumkan rencana demonstrasi pada Jumat untuk mengutuk pembunuhan ini.
Israel telah mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, dan terus melancarkan serangan brutal di Gaza sejak serbuan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Akibatnya, sedikitnya 39.445 warga Palestina telah tewas, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak, serta lebih dari 91 ribu orang terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Hampir 10 bulan setelah dimulainya perang ini, sebagian besar wilayah Gaza masih terbengkalai akibat blokade yang melumpuhkan akses pada makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel juga menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ), yang telah memerintahkan Israel untuk segera menghentikan operasi militernya di selatan Rafah.
Rafah adalah kota tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan sebelum serangan besar-besaran pada 6 Mei.
Keadaan ini memperlihatkan betapa krisis di Gaza telah mencapai titik kritis, dengan kecaman internasional terus meningkat terhadap tindakan Israel.***