SwaraWarta.co.id – Diberitakan pada Kamis malam, pasukan militer Israel menarik diri dari kota Tulkarm dan kamp pengungsi di wilayah Tepi Barat utara yang diduduki, setelah melaksanakan operasi militer intensif selama 48 jam.
Operasi ini, yang dianggap sebagai salah satu yang terbesar sejak tahun 2002, meninggalkan dampak signifikan baik dari segi korban jiwa maupun kerusakan infrastruktur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan laporan para saksi mata yang dikutip oleh Anadolu, operasi militer tersebut menyebabkan empat orang tewas dan beberapa lainnya mengalami luka-luka.
Selain itu, kerusakan infrastruktur di kota Tulkarm sangat parah.
Saksi mata juga menyebutkan bahwa buldoser militer Israel merusak jalan-jalan utama, menghancurkan jaringan air dan sistem pembuangan, merobohkan tiang-tiang listrik, serta merusak banyak kendaraan dan bangunan.
Di tengah kekacauan ini, organisasi Bulan Sabit Merah mulai memasuki kamp pengungsi Nur Shams dengan bantuan warga setempat untuk memberikan pertolongan.
Kamp pengungsi ini mengalami penggerebekan besar-besaran yang melibatkan pembongkaran rumah, penangkapan, serta interogasi lapangan selama dua hari terakhir.
Tidak hanya di Tulkarm, operasi militer besar ini juga dilancarkan di Jenin dan kamp pengungsi Al Fara dekat Tubas.
Serangan yang dimulai pada Rabu dini hari ini mengakibatkan 16 warga Palestina tewas, menurut data yang dirilis oleh pihak Palestina.
Tentara Israel baru melakukan penarikan pasukan dari kamp Al Fara tepatnya pada Kamis dini hari setelah melakukan operasi selama hampir 30 jam.
Sejak 7 Oktober tahun lalu, ketegangan di Tepi Barat yang diduduki semakin meningkat.
Hal ini sejalan dengan serangan brutal Israel di Jalur Gaza yang telah menewaskan lebih dari 40.600 warga Palestina, termasuk wanita dan anak-anak.
Dalam periode yang sama, setidaknya 670 warga Palestina telah dilaporkan tewas di Tepi Barat, lebih dari 5.400 orang mengalami luka-luka, dan sekitar 10.300 orang ditangkap, menurut data yang dikumpulkan oleh pihak Palestina.
Di tengah meningkatnya ketegangan ini, Mahkamah Internasional pada 19 Juli mengeluarkan putusan penting yang menyatakan bahwa pendudukan Israel atas tanah Palestina selama beberapa dekade melanggar hukum internasional.
Mahkamah ini juga menuntut evakuasi semua permukiman Israel di wilayah Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Operasi militer yang baru-baru ini terjadi menunjukkan bagaimana kompleksnya situasi di wilayah tersebut.
Selain menyebabkan hilangnya nyawa, operasi ini juga memperburuk kondisi infrastruktur dan kehidupan sehari-hari warga Palestina.
Dengan adanya keputusan terbaru dari Mahkamah Internasional, tekanan terhadap Israel untuk mengakhiri pendudukannya semakin kuat.
Namun, jalan menuju perdamaian dan stabilitas di wilayah ini masih panjang dan penuh tantangan.
Keberadaan militer Israel dan dampaknya terhadap penduduk Palestina terus menjadi isu utama yang memicu ketegangan di wilayah tersebut, mencerminkan betapa perlunya dialog dan solusi yang lebih damai dan berkelanjutan.***