SwaraWarta.co.id – Dari berita luar negeri disebutkan bahwa Uni Eropa menyampaikan kecaman keras terhadap pernyataan yang disampaikan oleh Menteri Keamanan Israel, Itamar Ben-Gvir, terkait kemungkinan Israel mengubah posisi dalam menjaga status quo di Kompleks Masjid Al Aqsa di Yerusalem, yang merupakan salah satu situs paling suci bagi umat Islam.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, melalui sebuah pernyataan di platform X pada Selasa (13/8), menegaskan bahwa Uni Eropa sangat mengutuk tindakan provokatif yang dilakukan oleh Menteri Israel Ben-Gvir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam kunjungannya ke situs suci tersebut, Ben-Gvir menyuarakan keinginan untuk melanggar status quo yang telah lama dipertahankan.
Borrell juga menyatakan bahwa Uni Eropa dengan tegas menyerukan agar status quo Masjid Al Aqsa terus dihormati, termasuk peran khusus yang dimiliki Yordania dalam pengelolaan situs tersebut.
Menurut perjanjian damai yang ditandatangani antara Israel dan Yordania pada tahun 1994, Yordania memiliki tanggung jawab untuk mengelola administrasi sehari-hari, serta mengatur kunjungan dan ibadah di Masjid Al Aqsa.
Sementara itu, Israel tetap mempertahankan pengawasan dan kehadiran pasukan keamanan di kawasan tersebut.
Pernyataan dari Borrell tersebut muncul sebagai tanggapan terhadap video yang dirilis oleh Ben-Gvir.
Dalam video itu, Ben-Gvir terlihat berada di dekat Masjid Al Aqsa dan menyatakan bahwa Israel akan mengizinkan umat Yahudi untuk beribadah di sana, meskipun tindakan ini bertentangan dengan perjanjian yang ada.
Namun, pernyataan Ben-Gvir tersebut dibantah oleh kantor pemerintahan Israel yang dipimpin oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Pemerintah Israel menegaskan bahwa tidak ada perubahan yang akan dilakukan terkait status quo di Kompleks Masjid Al Aqsa.
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri Mesir juga mengeluarkan pernyataan pada Selasa, di mana mereka mengecam keras “penyerbuan” yang dilakukan oleh para pejabat Israel ke Kompleks Masjid Al Aqsa.
Menurut mereka, tindakan tersebut melanggar hukum internasional dan merusak status hukum Yerusalem sebagai kota yang memiliki makna historis dan agama yang mendalam.
Kunjungan yang dilakukan oleh pejabat Israel ke Masjid Al Aqsa sebelumnya telah memicu kemarahan di kalangan warga Palestina dan mendapatkan kecaman luas dari negara-negara Arab.
Kompleks Masjid Al Aqsa yang terletak di kawasan Kota Tua Yerusalem dikenal sebagai situs tersuci ketiga bagi umat Islam.
Berdasarkan perjanjian yang dibuat pada tahun 1967, orang-orang non-Muslim diizinkan untuk mengunjungi kompleks tersebut sebagai wisatawan, namun mereka dilarang untuk melaksanakan ibadah di sana.
Ben-Gvir, yang dikenal sebagai seorang ekstremis sayap kanan, sering kali mengunjungi Al Aqsa dan secara terbuka mendorong umat Yahudi untuk beribadah di sana.
Dia juga menyatakan bahwa dirinya telah memberi izin untuk tindakan tersebut sebagai perwakilan dari pemimpin negara.
Dengan demikian, situasi ini menimbulkan ketegangan lebih lanjut di kawasan tersebut, di mana status quo yang rapuh di Masjid Al Aqsa terus menjadi sumber perselisihan antara Israel dan Palestina, serta di antara negara-negara yang memiliki kepentingan di kawasan tersebut.***