SwaraWarta.co.id – Pilbup Ponorogo tahun ini menyajikan persaingan yang ketat antara dua tokoh politik yang pernah menjabat sebagai bupati.
Sugiri Sancoko, bupati saat ini, akan bertarung melawan mantan bupati, Ipong Muchlissoni, yang juga pernah menjadi petahana.
Keduanya telah lama dikenal di dunia politik Ponorogo dan memiliki pengaruh yang signifikan di kalangan masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sugiri Sancoko berpasangan dengan Lisdyarita, sementara Ipong Muchlissoni menggandeng Segoro Luhur Kusumo Daru sebagai wakilnya.
Pasangan Sugiri-Lisdyarita mendapat dukungan dari sembilan partai politik, termasuk PKB, PDIP, Golkar, Demokrat, PKS, PPP, Gerindra, Perindo, dan Gelora.
Sedangkan pasangan Ipong-Luhur didukung oleh tiga partai, yaitu NasDem, PAN, dan PBB.
“Persentase suara sah yang mendukung bapaslon setelah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), bapaslon Giri mendapat 73 persen. Sedangkan bapaslon Ipong mendapat 27 persen,” tutur Komisioner KPUD Ponorogo, Arwan Hamidi dilansir dari detikJatim, Sabtu (31/8/2024).
Setelah pendaftaran, kedua pasangan calon diwajibkan menjalani tes kesehatan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
Hasil dari tes ini akan diumumkan pada tanggal 5 September, bertepatan dengan proses verifikasi administrasi.
“Kedua bapaslon syarat pencalonan sudah lengkap semua. Tinggal hasil kesehatan nanti apakah calon bisa menjalankan tugasnya nanti atau tidak, kita berharap semua calon mampu (menjalankan tugas),” ungkap Arwan.
Ketika ditanya siapa yang lebih unggul di antara kedua calon tersebut, Murdianto menjelaskan bahwa Ponorogo memiliki karakteristik unik.
“Dari sisi partai pendukung, tentu Sugiri-Lisdyarita mendapatkan dukungan lebih banyak, tentu Ipong-Luhur perlu bekerja keras,” imbuh Murdianto.
Menurutnya, tren dan hasil survei baru bisa diprediksi dengan lebih akurat dalam minggu terakhir menjelang hari pemilihan.
“Saya kira keduanya sosok berpengalaman, pernah menjadi bupati, berpengalaman dalam tata kelola kewilayahan,” beber Murdianto.
Faktor yang menentukan kemenangan akan sangat bergantung pada kemampuan pasangan calon dalam melakukan konsolidasi, pengelolaan sumber daya, serta manajemen opini publik.
Kedua calon dinilai sudah memahami dengan baik seluk-beluk pemerintahan di Ponorogo dan seharusnya sudah mengetahui apa yang dibutuhkan oleh masyarakat di masa pemerintahannya.
“Saya kira Ponorogo memerlukan sentuhan, penguatan dan pemberdayaan dari kawasan pinggiran (periferal) dan menjadikan kota sebagai kawasan bagi bertemunya potensi-potensi lokal dengan jejaring nasional maupun global, baik pada sektor ekonomi, sosial, kebudayaan dan pendidikan serta sektor lain,” pungkas Murdianto.