SwaraWarta.co.id – Dari lanjutan kasus para Nahdliyin yang berangkat ke Israel tempo hari, salah satu pengajar di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), yakni Zainul Maarif, harus menjalani sidang etik oleh Mahkamah Etik Pegawai Unusia.
Sidang ini merupakan respons terhadap pertemuan Zainul dengan Presiden Israel, Isaac Herzog, yang dihadiri bersama empat anggota Nahdliyin lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sidang etik ini dilaksanakan pada 17 Juli 2024, dan Mahkamah Etik Pegawai Unusia menyatakan Zainul bersalah.
Dwi Putri, Kabiro Humas Unusia, mengumumkan pada Sabtu (20/7/2024) bahwa Zainul Maarif dinyatakan terbukti melanggar kode etik dan memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pegawai Unusia.
Surat pengunduran diri Zainul diterbitkan pada 19 Juli 2024.
Dalam proses sidang tersebut, Mahkamah Etik menyelidiki alasan dan aktivitas Zainul selama di Israel.
Zainul memberikan keterangan lengkap mengenai semua aktivitasnya, termasuk pemberangkatan, kegiatan selama di Israel, dan setelah kembali ke Indonesia.
Berdasarkan klarifikasi ini, Mahkamah Etik Pegawai Unusia mengambil beberapa kesimpulan penting.
Salah satu kesimpulan utama adalah bahwa kunjungan Zainul Maarif ke Israel adalah undangan pribadi yang tidak ada kaitannya dengan Unusia.
Namun, Zainul menggunakan atribut Unusia tanpa izin dari pimpinan universitas.
Aktivitas ini diukur dengan sikap Unusia dan memberikan dampak negatif terhadap institusi pendidikan tersebut.
Mahkamah Etik juga menekankan bahwa meskipun tindakan Zainul dapat dianggap sebagai bagian dari kebebasan yang dikemukakannya secara pribadi,
Aktivitas seperti pertemuan, kunjungan, serta unggahan foto dan video di media sosial menunjukkan kurang peka terhadap isu kemanusiaan yang dialami oleh Palestina akibat tindakan Israel.
Aktivitas ini dinilai dapat memberikan kesan bahwa Zainul melegitimasi tindakan rezim Israel terhadap warga Palestina, yang bertentangan dengan sikap resmi Jam’iyah Nahdlatul Ulama yang mendukung perjuangan Palestina.
Selain itu, Zainul Maarif juga diberhentikan dari kepengurusan Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta.
Ketua PWNU DKI Jakarta, KH Samsul Maarif, secara tegas mengumumkan pemberhentian Zainul dari jabatannya di lembaga tersebut.
Kasus ini mengundang perhatian luas dan menyoroti pentingnya menjaga integritas dan etika dalam tindakan yang dilakukan oleh anggota dan pengajar dari institusi pendidikan.
Keputusan Mahkamah Etik Unusia ini diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi seluruh civitas akademika untuk selalu menjaga nilai-nilai dan sikap resmi institusi dalam setiap tindakan pribadi.
Langkah Mahkamah Etik dalam menangani kasus ini juga menunjukkan komitmen Unusia dalam menjaga nama baik dan reputasi institusi.
Meskipun setiap individu memiliki kebebasan berpendapat, mereka juga harus mempertimbangkan dampak tindakan mereka terhadap institusi tempat mereka bekerja dan komunitas yang lebih luas.
Kasus Zainul Maarif menjadi contoh nyata bagaimana tindakan pribadi dapat berimplikasi luas dan berdampak signifikan terhadap institusi.
Oleh karena itu, penting bagi setiap anggota institusi pendidikan untuk selalu mematuhi kode etik dan kebijakan yang telah ditetapkan, serta menghindari tindakan yang dapat merugikan reputasi dan integritas institusi.
Kejadian ini juga mengingatkan pentingnya transparansi dan komunikasi yang baik antara individu dan pimpinan institusi dalam menangani undangan atau kegiatan yang berpotensi inovatif.
Dengan demikian, setiap tindakan dapat dikaji dan disetujui sesuai dengan nilai-nilai dan kebijakan institusi, serta menghindari potensi konflik dan dampak negatif di masa depan.***