SwaraWarta.co.id – Hoarding disorder adalah gangguan mental yang kerap tidak disadari oleh penderita -nya maupun orang di sekitar mereka.
Gangguan ini ditandai dengan kesulitan ekstrem dalam membuang barang-barang, tanpa memandang nilai sebenarnya dari barang-barang tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penderita hoarding disorder cenderung menimbun berbagai jenis barang, baik yang masih memiliki nilai guna maupun yang sudah tidak layak pakai.
Kondisi ini bukan sekedar kebiasaan buruk, melainkan sebuah gangguan mental serius yang memerlukan perhatian dan penanganan yang tepat.
Penderita sering kali mengalami kecemasan atau stres berlebihan saat harus membuang atau memisahkan diri dari barang-barang mereka.
Kecemasan ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti rasa takut kehilangan informasi penting, adanya emosi terhadap barang tertentu, atau keyakinan bahwa barang tersebut akan berguna di masa depan.
Akibatnya, rumah penderita hoarding disorder bisa menjadi penuh sesak dan tidak layak huni, yang pada gilirannya berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental mereka.
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi perkembangan hoarding disorder adalah masalah psikologis yang mendasarinya, seperti kecemasan, depresi, atau trauma masa lalu.
Dampak dari hoarding disorder tidak hanya dirasakan oleh penderitanya, tetapi juga oleh orang-orang di sekitar mereka.
Keluarga dan teman sering kali merasa frustrasi dan tidak berdaya dalam menghadapi kebiasaan menimbun barang tersebut.
Penderita hoarding disorder biasanya mengalami perasaan cemas yang berlebihan saat harus membuang barang-barang, meskipun barang-barang tersebut tidak memiliki nilai guna.
Kecemasan ini dapat disebabkan oleh berbagai alasan, seperti rasa takut kehilangan informasi penting, adanya emosi terhadap barang-barang tertentu, atau keyakinan bahwa barang-barang tersebut akan berguna di masa depan.
Akibatnya, rumah penderita hoarding disorder sering kali menjadi penuh sesak dan tidak layak huni, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental mereka.
Salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap perkembangan hoarding disorder adalah masalah psikologis yang mendasarinya, seperti kecemasan, depresi, atau trauma masa lalu.
Pengalaman buruk di masa lalu yang sudah terlewatkan, misalnya kehilangan orang yang dicintai atau trauma pasca bencana alam, dapat memicu seseorang untuk mulai menyimpan barang sebagai cara untuk mengatasi perasaan kehilangan atau ketidakamanan.
Selain itu, faktor genetik juga dapat berperan penting dalam predisposisi seseorang terhadap gangguan ini.
Gangguan penimbunan memiliki dampak yang luas tidak hanya pada penderitanya, tetapi juga pada orang-orang di sekitarnya. Keluarga dan teman sering kali merasa frustrasi dan tidak berdaya dalam menghadapi kebiasaan menimbun barang tersebut.
Mereka mungkin merasa ingin bermalam dengan kondisi rumah yang penuh sesak dan tidak layak huni, serta khawatir tentang kesehatan dan keselamatan penderita.
Penanganan hoarding disorder memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan.
Terapi kognitif perilaku (CBT) sering digunakan untuk membantu penderita mengatasi kecemasan mereka dan mengubah pola pikir yang mendasari kebiasaan menimbun.
Dalam beberapa kasus, pengobatan mungkin diperlukan untuk mengatasi kondisi psikologis yang mendasarinya, seperti kecemasan atau depresi.
Dukungan dari keluarga dan teman juga sangat penting dalam membantu penderita menghadapi dan mengatasi gangguan ini.
Meningkatkan kesadaran tentang gangguan penimbunan dan menghilangkan stigma terkait gangguan mental ini adalah langkah penting dalam membantu penderita mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang penyebab dan dampaknya, serta pendekatan yang tepat dalam penanganannya, penderita hoarding disorder dapat menjalani kehidupan yang lebih sehat dan lebih produktif.
Dalam menghadapi hoarding disorder, penting untuk memiliki pemahaman yang mendalam tentang gangguan ini dan memberikan dukungan yang tepat kepada penderita.
Dengan pendekatan yang tepat, penderita dapat belajar untuk mengelola kecemasan mereka dan membuat keputusan yang lebih sehat tentang barang-barang yang mereka miliki, sehingga meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan.***