Swarawarta.co.id –Kabupaten Ponorogo menghadapi tantangan signifikan terkait penurunan suhu ekstrem yang sering disebut sebagai “musim bediding”.
Fenomena iklim ini mulai memberikan dampak terhadap ketersediaan bahan pangan di daerah tersebut.
Salah satu komoditas yang paling terdampak adalah cabai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Baca Juga: Di Temanggung, Harga Cabai Rawit Meroket
Beberapa petani cabai di Ponorogo dilaporkan gagal panen akibat cuaca yang tidak bersahabat. Hal ini menyebabkan pasokan cabai di pasar-pasar lokal menjadi terbatas.
Akibatnya, harga cabai rawit melambung tinggi, mencapai Rp 80.000 per kilogram, jauh di atas harga normal Rp 45.000 per kilogram.
‘’Sudah lima hari ini naik, dan belum ada tanda-tanda turun mahal kemungkinan naik lagi,’’ terangnya.
Pedagang di Pasar Legi Ponorogo mengaku kesulitan memenuhi permintaan konsumen karena stok cabai yang menipis. Kualitas cabai yang diterima pun menurun.
Baca Juga: Harga Cabai Terus Melambung Tinggi, Begini Kata Petani
“Tidak berani jual kalau cabai jelek, takutnya pembeli malah kabur,’’ katanya.
“Kalau biasanya bisa stok sampai 20 kilogram setiap hari, sekarang 10 kilogram saja takut nggak laku,’’ tambahnya.
Kenaikan harga tidak hanya terjadi pada cabai rawit, tetapi juga komoditas bumbu dapur lainnya seperti cabai merah besar yang naik dari Rp 25.000 menjadi Rp 32.000 per kilogram, serta bawang putih yang melambung dari Rp 5.000 menjadi Rp 35.000 per kilogram.
“Karena musim bediding ini banyak tanaman yang rusak, jadi petani kirimnya juga sedikit,’’
Situasi ini tentunya memberikan tantangan tersendiri bagi masyarakat Ponorogo dalam memenuhi kebutuhan bahan pangan sehari-hari.
Pedagang berharap kondisi iklim dapat segera membaik agar pasokan bahan pangan kembali normal dan harga terjangkau bagi konsumen.