Kontroversi dan Manfaat Tanaman Tahan Herbisida dalam Pertanian Modern

- Redaksi

Sunday, 23 June 2024 - 16:45 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Salah Satu Hasil HRC – SwaraWarta.co.id (Pinterest)

SwaraWarta.co.id – Sejak pertengahan 1980-an, tanaman hasil rekayasa genetika (transgenik) telah dikembangkan untuk memiliki ketahanan terhadap herbisida tertentu, alih-alih ketahanan terhadap predator atau hama alami.

ADVERTISEMENT

ads.

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tanaman yang tahan herbisida (HRC) memungkinkan pengendalian gulma secara efektif dengan menggunakan bahan Kimia, karena hanya tanaman HRC yang bisa bertahan di lahan yang diobati dengan herbisida tersebut.

Banyak HRC yang tahan terhadap glifosat (Roundup), memungkinkan aplikasi bahan kimia secara liberal yang sangat efektif melawan gulma.

Tanaman ini sangat berguna dalam pertanian tanpa olah tanah (no-till farming), yang membantu mencegah erosi tanah.

Pertanian tanpa olah tanah merupakan metode yang mengurangi gangguan terhadap tanah dengan tidak membajak atau mengolah tanah secara konvensional.

Metode ini meminimalkan erosi dan mempertahankan struktur serta kesuburan tanah.

Baca Juga :  Acer Predator Orion 5000: Memasuki Dunia Gaming High-End

BACA JUGA: Pemahaman Mendalam tentang Organisme Hasil Rekayasa Genetika (GMO) dan Penerapannya

Tanaman HRC memungkinkan petani untuk mengendalikan gulma secara efektif tanpa harus membajak tanah, yang pada akhirnya mendukung praktek pertanian yang lebih ramah lingkungan.

Namun demikian, penggunaan HRC masih menimbulkan kontroversi terkait dampak lingkungannya.

Karena tanaman HRC mendorong peningkatan aplikasi bahan kimia ke tanah, alih-alih menguranginya, ada kekhawatiran mengenai dampak jangka panjangnya terhadap ekosistem dan kesehatan tanah.

Peningkatan penggunaan herbisida bisa mengakibatkan pencemaran tanah dan air, serta berdampak negatif pada organisme non-target yang penting bagi keseimbangan ekosistem, seperti serangga dan mikroorganisme tanah.

Selain itu, ada risiko timbulnya gulma yang resisten terhadap herbisida.

Penggunaan herbisida yang berlebihan bisa menyeleksi gulma yang memiliki ketahanan alami terhadap bahan kimia tersebut, yang kemudian berkembang biak dan menjadi lebih sulit dikendalikan.

Baca Juga :  Dell G15: Performa Gaming Handal dengan Harga Terjangkau

BACA JUGA: Dampak dan Kontroversi Tanaman Hasil Rekayasa Genetika dalam Pertanian Modern

Untuk mengurangi risiko ini, petani harus menggunakan berbagai strategi pengelolaan gulma yang beragam, termasuk rotasi tanaman, penggunaan penutup tanah, dan herbisida dengan mekanisme aksi yang berbeda.

Pendekatan terpadu ini bertujuan untuk mencegah atau menghambat perkembangan gulma resisten dan menjaga efektivitas herbisida dalam jangka panjang.

Petani juga dihadapkan pada tantangan ekonomi dan regulasi.

Tanaman HRC biasanya lebih mahal karena teknologi rekayasa genetika yang digunakan untuk mengembangkannya.

Selain itu, petani mungkin harus membayar royalti atau biaya lisensi kepada perusahaan yang memiliki hak paten atas tanaman tersebut.

Di beberapa negara, ada juga regulasi ketat mengenai penggunaan tanaman transgenik, yang bisa membatasi adopsi dan penyebarannya.

Baca Juga :  Beberapa Selebgram Ditangkap Karena Mempromosikan Judol, Keuntungan Capai 30 M!!

Di sisi lain, manfaat ekonomi dari tanaman HRC tidak bisa diabaikan.

Dengan kemampuan untuk mengendalikan gulma secara lebih efisien, petani dapat meningkatkan hasil panen dan mengurangi biaya tenaga kerja dan bahan bakar yang biasanya digunakan untuk mengolah tanah.

Selain itu, dengan mengurangi erosi dan menjaga kesuburan tanah, tanaman HRC dapat berkontribusi pada keberlanjutan pertanian dalam jangka panjang.

Secara keseluruhan, tanaman tahan herbisida (HRC) menawarkan solusi yang signifikan untuk tantangan pengendalian gulma dalam pertanian modern.

Namun, penggunaannya harus disertai dengan pendekatan yang hati-hati dan berimbang untuk meminimalkan dampak negatifnya terhadap lingkungan.

Pendekatan terpadu dan berkelanjutan dalam pengelolaan gulma menjadi kunci untuk memaksimalkan manfaat HRC sambil menjaga kesehatan ekosistem dan produktivitas pertanian di masa depan.***

Berita Terkait

Cara Membuat Iklan yang Menarik dan Efektif: Panduan Lengkap untuk Pemula
PAFI Musi Banyuasin: Meningkatkan Peran Farmasi dalam Pembangunan Kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin
Ngeblog di 2025: Masih Relevan atau Sudah Ketinggalan Zaman?
PUBG Mobile 3.5: Pembaruan Terakhir 2024 Hadirkan Mode Icemire Frontier – Tanggal dan Waktu Rilis di Seluruh Dunia
Game Nomor 1 di Indonesia Apa? Ternyata Ini Dia Jawabannya!
Itel S25, Ponsel Murah dengan Fitur Canggih Hadir di Indonesia
PAFI Magelang: Perhimpunan Ahli Farmasi yang Meningkatkan Standar Profesi Farmasi di Kota Magelang
Aplikasi Penghasil Uang 100 Ribu Perhari, Real Atau Hoax?

Berita Terkait

Saturday, 23 November 2024 - 12:21 WIB

Cara Membuat Iklan yang Menarik dan Efektif: Panduan Lengkap untuk Pemula

Thursday, 14 November 2024 - 04:47 WIB

PAFI Musi Banyuasin: Meningkatkan Peran Farmasi dalam Pembangunan Kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin

Tuesday, 12 November 2024 - 20:33 WIB

Ngeblog di 2025: Masih Relevan atau Sudah Ketinggalan Zaman?

Tuesday, 12 November 2024 - 19:12 WIB

PUBG Mobile 3.5: Pembaruan Terakhir 2024 Hadirkan Mode Icemire Frontier – Tanggal dan Waktu Rilis di Seluruh Dunia

Sunday, 10 November 2024 - 11:17 WIB

Game Nomor 1 di Indonesia Apa? Ternyata Ini Dia Jawabannya!

Berita Terbaru

Berita

Masa Tenang sedang Berlangsung, KPU Himbau Hal Ini

Sunday, 24 Nov 2024 - 09:46 WIB

Ridwan Kamil 
(Dok. Ist)

Berita Terbaru

Masuk Masa Tenang, Ridwan Kamil Pilih Lakukan Hal Ini

Sunday, 24 Nov 2024 - 09:34 WIB

Berita Terbaru

Diguyur Hujan Deras, 4 Orang di Padang Tewas Tertimbun Longsor

Sunday, 24 Nov 2024 - 09:28 WIB