Bendera Jepang ( Dok. Ist) |
swarawarta.co.id – Banyak perusahaan di Jepang mengalami kebangkrutan akibat dari melemahnya yen dan biaya yang lebih tinggi, serta dicabutnya stimulus pinjaman Covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Tokyo Shoko Research, riset kredit swasta, jumlah perusahaan yang gulung tikar mencapai 1.009 pada bulan Mei 2024, yang melebihi 1.000 untuk pertama kalinya dalam satu bulan selama satu dekade.
Baca Juga: Pabrik Tekstil Besar Ini Tutup, 8.000 Karyawan di PHK
Jika dibandingkan dengan bulan Mei tahun sebelumnya, terjadi peningkatan sebesar 42,9%.
“Kebangkrutan meningkat dari tahun ke tahun di semua industri khususnya karena tingginya harga setelah pandemi Covid-19,” tulis lembaga itu dalam sebuah pemaparan, dilansir dari CNBS Kamis, (13/6/2024).
Tokyo Shoko Research juga mengungkap bahwa total utang perusahaan yang bangkrut pada bulan Mei mencapai 136,7 miliar yen atau sekitar Rp 14,2 triliun. Beberapa faktor seperti melemahnya yen dan kenaikan biaya impor menyebabkan tekanan pada keuntungan perusahaan kecil dan menengah.
Baca Juga: Heboh! Karyawan Pabrik Garmen Colong 10 Celana Pendek
“Di antara kebangkrutan yang disebabkan oleh tingginya harga minyak, angka kebangkrutan yang paling tinggi terutama terjadi pada industri konstruksi dan manufaktur,” tambah Tokyo Shoko Research
Selama bulan Mei, tercatat ada 302 kebangkrutan perusahaan, termasuk di antaranya terkait virus corona.
Ini adalah pertama kalinya dalam satu tahun jumlahnya melebihi 300. Tokyo Shoko Research memperkirakan bahwa ke depan, Jepang masih akan mengalami gelombang kebangkrutan karena biaya pasca Covid-19 yang terus meningkat.
“Sangat mungkin jumlah kebangkrutan akan terus meningkat,” papar perusahaan riset itu lagi.