Dampak dan Kontroversi Tanaman Hasil Rekayasa Genetika dalam Pertanian Modern

- Redaksi

Sunday, 23 June 2024 - 14:11 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kontroversi GMO – SwaraWarta.co.id (Pinterest)

SwaraWarta.co.id – Makanan hasil rekayasa genetika (genetically modified/GM) pertama kali disetujui untuk konsumsi manusia di Amerika Serikat pada tahun 1994.

ADVERTISEMENT

ads.

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pada tahun 2014-2015, sekitar 90 persen Jagung, kapas, dan kedelai yang ditanam di Amerika Serikat adalah hasil rekayasa genetika.

Pada akhir tahun 2014, tanaman hasil rekayasa genetika telah mencakup hampir 1,8 juta kilometer persegi (695.000 mil persegi) tanah di lebih dari dua lusin negara di seluruh dunia. Mayoritas tanaman GM ditanam di Benua Amerika.

Tanaman yang direkayasa secara genetik dapat secara dramatis meningkatkan hasil panen per area dan, dalam beberapa kasus, mengurangi penggunaan insektisida kimia.

Sebagai contoh, penggunaan insektisida spektrum luas menurun di banyak daerah yang menanam tanaman seperti kentang, kapas, dan jagung yang telah dilengkapi dengan gen dari bakteri Bacillus thuringiensis.

Bakteri ini menghasilkan insektisida alami yang disebut toksin Bt.

Baca Juga :  Rekomendasi Merk Keju Edam untuk Kastengel Lebaran

Penerapan tanaman GM telah membawa perubahan signifikan dalam praktik pertanian modern.

BACA JUGA: Proses dan Tantangan Kloning Reproduksi dalam Pengembangan GMO

Tanaman yang telah diubah secara genetik dirancang untuk tahan terhadap hama dan penyakit tertentu, tahan terhadap herbisida, atau memiliki kualitas gizi yang ditingkatkan.

Sebagai hasilnya, petani dapat menanam tanaman dengan lebih efisien, mengurangi biaya produksi, dan meningkatkan hasil panen.

Salah satu manfaat utama dari tanaman GM adalah kemampuannya untuk meningkatkan hasil panen.

Tanaman GM dapat menghasilkan lebih banyak per hektar dibandingkan dengan tanaman non-GM, yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan pangan global yang terus meningkat.

Dengan populasi dunia yang diperkirakan akan mencapai 9 miliar pada tahun 2050, peningkatan efisiensi produksi pangan menjadi sangat penting.

Selain itu, tanaman GM juga dapat mengurangi ketergantungan pada insektisida kimia.

Toksin Bt, yang diproduksi oleh tanaman GM tertentu, efektif melawan berbagai jenis hama serangga.

BACA JUGA: Pemahaman Mendalam tentang Organisme Hasil Rekayasa Genetika (GMO) dan Penerapannya

Baca Juga :  PAFI PC Kota Pekalongan: Mendorong Profesionalisme dan Kualitas Tenaga Farmasi

Hal ini mengurangi kebutuhan akan penyemprotan insektisida kimia yang tidak hanya mahal tetapi juga berpotensi merusak lingkungan dan kesehatan manusia.

Dengan demikian, tanaman GM yang menghasilkan toksin Bt telah terbukti mengurangi penggunaan insektisida kimia di banyak daerah pertanian.

Namun, meskipun banyak manfaatnya, tanaman GM juga menghadapi kontroversi dan tantangan.

Beberapa kekhawatiran yang sering diajukan termasuk potensi dampak negatif pada kesehatan manusia, kemungkinan kerusakan lingkungan, dan isu etika terkait dengan rekayasa genetika.

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa tanaman GM aman untuk dikonsumsi manusia, tetapi perdebatan tetap berlangsung, terutama mengenai dampak jangka panjang yang belum sepenuhnya dipahami.

Di sisi lingkungan, ada kekhawatiran bahwa tanaman GM yang tahan terhadap herbisida dapat mendorong penggunaan herbisida dalam jumlah yang lebih besar, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi keanekaragaman hayati dan kesehatan tanah.

Selain itu, ada risiko bahwa gen tahan herbisida dapat berpindah ke tanaman liar, menciptakan “superweed” yang sulit dikendalikan.

Baca Juga :  Kabar Duka, Jamaah Haji Asal Ponorogo Meninggal Dunia di Makkah

Meskipun demikian, adopsi tanaman GM terus meningkat, terutama di Amerika Serikat, Brasil, dan Argentina, yang merupakan tiga negara dengan penanaman tanaman GM terbesar.

Negara-negara ini melihat manfaat ekonomi dari tanaman GM dalam bentuk peningkatan hasil panen dan pengurangan biaya produksi.

Di masa depan, teknologi rekayasa genetika berpotensi memainkan peran penting dalam mengatasi tantangan pangan global.

Dengan kemajuan dalam bioteknologi, diharapkan tanaman GM dapat dikembangkan untuk menghadapi kondisi iklim yang ekstrem, meningkatkan nilai gizi, dan bahkan membantu mengurangi emisi gas rumah kaca melalui praktik pertanian yang lebih efisien.

Secara keseluruhan, tanaman hasil rekayasa genetika menawarkan potensi besar untuk meningkatkan keamanan pangan dan keberlanjutan pertanian.

Namun, penting untuk terus memantau dan mengevaluasi dampak dari tanaman GM, serta mengembangkan regulasi yang ketat untuk memastikan bahwa teknologi ini digunakan dengan cara yang aman dan bertanggung jawab.***

Berita Terkait

PAFI Kabupaten Bangkalan: Membangun Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat
PAFI Kabupaten Kebumen: Membangun Kualitas Kesehatan Masyarakat
PAFI Kabupaten Madiun: Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan di Masyarakat
PAFI KAB Yahukimo: Membangun Kualitas Pelayanan Kesehatan di Papua
PAFI PC Bangli: Membangun Kualitas Pelayanan Kesehatan di Bali
PAFI Tikep: Membangun Kualitas Pelayanan Kesehatan di Tikep
PC PAFI Bitung: Membangun Kualitas Pelayanan Kesehatan di Kota Bitung
PAFI Kota Madiun: Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan Melalui Inovasi dan Edukasi

Berita Terkait

Tuesday, 29 October 2024 - 11:18 WIB

PAFI Kabupaten Bangkalan: Membangun Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat

Tuesday, 29 October 2024 - 11:14 WIB

PAFI Kabupaten Kebumen: Membangun Kualitas Kesehatan Masyarakat

Tuesday, 29 October 2024 - 11:12 WIB

PAFI Kabupaten Madiun: Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan di Masyarakat

Tuesday, 29 October 2024 - 11:08 WIB

PAFI KAB Yahukimo: Membangun Kualitas Pelayanan Kesehatan di Papua

Tuesday, 29 October 2024 - 11:04 WIB

PAFI PC Bangli: Membangun Kualitas Pelayanan Kesehatan di Bali

Berita Terbaru