Warga Rohingya yang melangsungkan pernikahan (Dok. Ist) |
SwaraWarta.co.id – Di Aceh Barat, dua pasangan etnis Rohingya melangsungkan pernikahan di penampungan sementara.
Namun, kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat, Marhajadwal menegaskan pernikahan itu melanggar UU Perkawinan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pernikahan warga etnis Rohingya ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,” kata Marhajadwal di Meulaboh.
Baca Juga:
Ratusan Pengungsi Rohingya Tiba di Sumatera Utara
Sebab, pernikahan antara warga Rohingya ini tidak dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Pernikahan itu diketahui tidak melapor ke KUA sebagai otoritas resmi pemerintah yang membidangi pernikahan dan kegiatan keagamaan.
Selain itu, salah satu pasangan yang telah menikah tersebut masih berumur 18 tahun. Sehingga secara aturan undang-undang, setiap perempuan atau warga yang berusia di bawah 19 tahun harus mendapatkan izin dari pengadilan untuk dapat menikah.
“Mereka pengungsi tanpa identitas, tidak memiliki paspor. Kalau pun kita minta syarat nikah termasuk dokumen kependudukan, pasti warga Rohingya ini tidak punya dokumen, sehingga tidak bisa kita lakukan pencatatan pernikahan,” kata Marhajadwal.
Baca Juga:
Kapolres Sebut Warga Aceh Kembali Tolak Imigran Rohingya
Salah satu pasangan yang menikah tersebut masih berusia di bawah 19 tahun dan belum memperoleh izin pengadilan.
Marhajadwal juga menjelaskan bahwa aturan pernikahan antara warga asing dengan Warga Negara Indonesia telah diatur dalam undang-undang perkawinan.
Namun, aturan pernikahan warga asing dengan warga asing belum ada. Mengingat mereka pengungsi tanpa identitas dan tidak memiliki dokumen kependudukan yang resmi.
Meskipun pihak UNHCR telah memberikan persyaratan untuk menikah termasuk menyerahkan identitas kependudukan yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, namun persyaratan tersebut belum dipenuhi oleh kedua pasangan etnis Rohingya.
Dalam kesimpulannya, persyaratan nikah dan undang-undang perkawinan harus ditaati demi menjaga ketertiban masyarakat dan negara.
“Tidak mungkin pasangan etnis Rohingya tersebut berhasil memenuhi persyaratan pernikahan sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, karena minimal pasangan yang menikah harus sudah berusia 18 tahun plus satu hari dan harus ada izin pengadilan, mereka juga tidak punya dokumen kependudukan yang resmi,” pungkasnya.