Kisah Nabi Ilyas – SwaraWarta.co.id (Sumber: Pinterest) |
SwaraWarta.co.id – Kisah Nabi Ilyas sudah dijelaskan dalam Al Quran, di mana detail cerita tentang para Nabi sangatlah bervariasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Misalnya, Nabi Musa AS disebutkan 136 kali dan Nabi Yusuf AS memiliki surat sendiri yang menceritakan seluruh hidupnya.
Akan tetapi, ada juga Nabi-nabi lain seperti Zulkifli, Nabi Ilyasa, dan Kisah Nabi Ilyas AS yang detailnya terbatas.
Surat An Nisa ayat 164 menyebutkan bahwa kita harus mengandalkan sumber-sumber lain seperti hadits dan tafsir untuk informasi lebih lanjut tentang Nabi-nabi tersebut.
Kisah Nabi Ilyas AS disebutkan dalam dua surat, yaitu Al-An’am dan As-Saffat. Meskipun detailnya terbatas, penting bagi umat Islam untuk mempelajari dan memahami semua Nabi yang disebutkan dalam Al Quran, karena mereka memiliki peran penting dalam ajaran Islam.
Dengan mempelajari sumber-sumber tambahan, kita dapat memperdalam pemahaman tentang kehidupan dan ajaran mereka serta belajar dari teladan mereka dalam menghadapi tantangan dan cobaan yang dihadapi oleh umat manusia.
BACA JUGA: 3 Kisah Nabi Muhammad yang Menakjubkan dan Luar Biasa
Karakter Nabi Ilyas
Kisah Nabi Ilyas – SwaraWarta.co.id (Sumber: Pinterest) |
Dalam Surah Al-An’am, ayat 84-88, Allah SWT memuji beberapa Nabi termasuk Nabi Ilyas AS.
Meskipun tidak banyak detail tentang karakternya, keberadaannya dalam daftar Nabi yang dipuji menunjukkan bahwa dia adalah salah satu yang dihormati dan diakui oleh Allah SWT.
Ini memberi kesan bahwa Nabi Ilyas memiliki sifat-sifat yang luhur dan mencerminkan kebenaran ajaran Islam.
Meskipun Al Quran memberikan sedikit informasi tentangnya, kita dapat mengambil pelajaran tentang kesabaran, keteguhan, dan keimanan dari kehadiran beliau dalam daftar Nabi yang dihormati oleh Allah SWT.
Ini mengajarkan kepada kita pentingnya memelihara nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam agama dan menunjukkan betapa pentingnya menjadi pribadi yang baik di mata Allah SWT.
Misi Nabi Ilyas
Kisah Nabi Ilyas – SwaraWarta.co.id (Sumber: Pinterest) |
Dalam Surat As-Saffat, diberikan penjelasan lebih lanjut tentang misi Nabi Ilyas AS, pesannya, dan masyarakat yang dia utus untuk dipandu.
Dari sini, kita memahami bahwa masyarakat telah tersesat dan mulai menyembah berhala bernama Baal.
Nabi Ilyas AS mempertanyakan keyakinan mereka, bertanya bagaimana mereka bisa meninggalkan Allah SWT, Sang Pencipta yang paling indah dan terbaik.
Namun, mereka tetap dalam kekafiran mereka dan akhirnya dihukum. Orang-orang yang mengikuti Ilyas AS dihargai, dan itulah yang disebutkan dalam Al-Quran tentang Nabi Ilyas AS dan pengikutnya.
BACA JUGA: Kisah Nabi Zulkifli dan Iblis yang Gagal Menggodanya
Meskipun terdapat sedikit informasi tentang misi dan pesan Nabi Ilyas dalam Al Quran, Kisah Nabi Ilyas ini memberikan pelajaran yang penting tentang kesetiaan kepada Allah, penolakan terhadap penyembahan berhala, dan konsekuensi dari kekafiran.
Ini juga menunjukkan bahwa walaupun Nabi Ilyas AS mungkin memiliki sedikit rincian dalam Al Quran, kontribusinya dan perannya dalam menyebarkan pesan tauhid tetaplah penting.
Dari kisah ini, umat Islam dapat mengambil pelajaran tentang pentingnya mempertahankan iman dan menentang penyimpangan agama.
Ini mengingatkan kita bahwa kebenaran selalu layak untuk dipertahankan, meskipun banyak yang mungkin tidak sepakat.
Kaum Baal
Para penafsir Al Quran membuat beberapa inferensi berdasarkan informasi ini. Diyakini bahwa Nabi Ilyas AS adalah keturunan Nabi Harun AS dan ditunjuk oleh Allah SWT untuk mengajarkan tauhid kepada Bani Isra’il (keturunan Israel).
Dipercaya bahwa hal ini terjadi pada saat penyembahan berhala meningkat di kota Ba’alabak pada masa pemerintahan Raja Ahab. Ini sejalan dengan catatan dalam Alkitab tentang Nabi Ilyasa.
Terkait penyembahan dewa pagan Baal, terdapat sejarahnya. Baal adalah gelar yang digunakan dalam bahasa Semit yang diyakini berarti “pemilik” atau “tuan.”
Laporan tradisional lainnya menyarankan bahwa Baal adalah berhala yang terbuat dari emas, setinggi dua puluh hasta (sekitar 9 meter), dan memiliki empat wajah.
BACA JUGA: Kisah Nabi Harun dan Keterhubungannya dengan Kisah Nabi Musa AS
Banyak komunitas kuno di Timur Tengah (terutama Lebanon, Suriah, dan Palestina) diyakini menyembah Baal, percaya bahwa Baal adalah dewa kesuburan dan cuaca.
Hal ini mungkin benar atau tidak, tetapi apa pun alasannya, mereka percaya bahwa dewa mereka jauh lebih superior dari semua pencipta lainnya.
Hal ini yang ditanggapi oleh Nabi Ilyas AS, menjelaskan kepada kaumnya bagaimana Allah SWT adalah Pencipta terbaik, bukan berhala palsu yang mereka sembah.
Nabi Ilyas AS mengajarkan kepada mereka bahwa hanya Allah SWT yang mampu menciptakan sesuatu dari ketiadaan.
Ini adalah pesan fundamental tauhid yang dia sampaikan kepada mereka, menegaskan keesaan Allah dan penolakan terhadap penyembahan berhala.
Dengan demikian, peran Nabi Ilyas AS dalam mengembangkan iman tauhid menjadi sangat penting dalam sejarah Islam dan menegaskan nilai-nilai kesetiaan dan kebenaran dalam ajaran Allah.
BACA JUGA: Kisah Nabi Yakub dan Putranya, Nabi Yusuf AS
Hukuman Penyembah Berhala
Segala bentuk kehidupan hanya mengubah materi dari satu bentuk ke bentuk lainnya.
Kita mengambil kayu yang Allah SWT berikan dan membuatnya menjadi kursi.
Kita terbatas dalam apa yang dapat kita buat, sedangkan ciptaan Allah SWT tidak terbatas.
Hanya Dia yang memiliki kemampuan atau kekuatan inheren untuk membuat yang tidak menjadi yang ada.
Terkait dengan hukuman bagi mereka yang menyembah Baal, tidak diketahui secara pasti bagaimana hukumannya.
Catatan Alkitab menyebutkan adanya kekeringan dan kelaparan selama tiga tahun, dan Nabi Ilyasa bertanya kepada orang-orang mengapa Baal mereka tidak mampu mengubah cuaca dan mengakhiri musim kemarau.
Dia bertanya apakah Baal sedang tertidur dan perlu dibangunkan. Atau mungkin dia sedang bepergian dan tidak bisa merespons? Nabi Ilyasa kemudian memohon kepada Tuhannya dengan syarat bahwa jika kekeringan berakhir, mereka akan menghentikan penyembahan berhala mereka.
Apapun hukuman yang mereka terima, hanya Allah SWT yang mengetahui yang terbaik.
Para penafsir mengusulkan bahwa hukuman itu bisa berupa hukuman dunia seperti yang dialami kaum ‘Ad, Thamud, atau Fir’aun. Ini juga bisa merujuk pada hukuman di akhirat.***