SwaraWarta.co.id – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Haedar Nashir, ikut menanggapi polemik soal usulan gelar Pahlawan Nasional untuk Presiden ke-2 RI, Soeharto.
Ia menilai, hal ini sebaiknya dibahas secara terbuka melalui dialog kebangsaan agar bisa ditemukan titik tengah.
“Semua harus ada dialog dan titik temu, perspektif kita menghargai tokoh-tokoh bangsa yang memang punya sisi-sisi yang tidak baik. Tetapi juga ada banyak sisi-sisi baiknya,” kata Haedar Nashir di Yogyakarta, Selasa (22/4/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Haedar menjelaskan, dalam sejarah Indonesia, pemberian gelar pahlawan memang sering menimbulkan perdebatan karena belum ada kesepakatan dalam menilai tokoh secara menyeluruh.
Ia mencontohkan Presiden pertama RI, Soekarno, yang sempat lama tidak mendapatkan gelar Pahlawan Nasional karena adanya pro dan kontra. Padahal, Soekarno adalah tokoh penting dan proklamator kemerdekaan.
Haedar juga menyebut tokoh-tokoh masyarakat seperti Muhammad Natsir dan Buya Hamka yang sempat mengalami kesulitan dalam proses pengusulan gelar pahlawan, meski akhirnya mereka diakui negara.
Ia berharap bangsa Indonesia tidak terus-menerus mengulang pola ini. Menurutnya, penting untuk melihat tokoh bangsa secara utuh dan menjadikan proses penilaian gelar pahlawan sebagai bagian dari rekonsiliasi nasional.
“Ke depan, coba bangun dialog untuk rekonsiliasi, lalu dampak dari kebijakan-kebijakan yang dulu berakibat buruk pada hak asasi manusia (HAM) dan lain sebagainya. Itu diselesaikan dengan mekanisme ketatanegaraan yang tentu sesuai koridornya,” kata dia.
Haedar menambahkan, pembahasan soal gelar pahlawan ini seharusnya menjadi pelajaran bersama. Tujuannya agar ke depan bangsa Indonesia tidak terjebak dalam konflik yang tak perlu.
“Saya selalu berpesan bahwa jatuhnya setiap tokoh bangsa yang besar itu karena godaan kekuasaan yang tak berkesudahan. Nah, di sinilah semua harus belajar tentang nilai-nilai kepahlawanan bahwa tokoh bangsa saat ini dan ke depan harus sudah selesai dengan dirinya,” ujarnya.
Sebelumnya, Dirjen Pemberdayaan Sosial Kemensos, Mira Riyati Kurniasih, mengungkapkan bahwa ada 10 tokoh yang masuk dalam daftar usulan calon Pahlawan Nasional tahun 2025.
Beberapa di antaranya adalah Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Soeharto, dan Bisri Sansuri. Selain itu, ada juga Idrus bin Salim Al-Jufri, Teuku Abdul Hamid Azwar, dan Abbas Abdul Jamil.
Empat nama baru yang diusulkan tahun ini adalah Anak Agung Gede Anom Mudita dari Bali, Deman Tende dari Sulawesi Barat, Midian Sirait dari Sumatera Utara, dan Yusuf Hasim dari Jawa Timur.