Prabowo Subianto ( Dok. Istimewa) |
SwaraWarta.co.id – Prabowo Subianto kakek nenek berasal dari keturunan bangsawan atau darah biru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bahkan Prabowo Subianto kakek nenek memiliki silsilah keluarga yang kental dengan sejarah ekonomi di Indonesia.
Hingga kini Prabowo Subianto kakek nenek seringkali dipelajari informasinya oleh sejumlah masyarakat.
Prabowo Subianto memiliki silsilah keluarga yang terpandang dan bahkan ada yang mengatakan bahwa ia memiliki garis keturunan kerajaan.
Silsilah keluarga Prabowo lebih mudah ditelusuri melalui garis ayahnya, dimulai dari kakek buyutnya, Raden Tumenggung Mangkupraja.
Kakeknya adalah anak dari Raden Tumenggung Kertanegara (Banyakwide), yang merupakan Panglima Laskar Diponegoro yang berasal dari keturunan pejabat wilayah Banyumas.
Raden Mas Margono Djojohadikusumo, anak dari Tumenggung Mangkupraja, lahir di Probolinggo pada tahun 1894 dan meninggal pada tahun 1978.
Ia menjadi Dewan Pertimbangan Agung pada tahun 1945 setelah proklamasi, dengan tugas memberi nasehat tentang negara dan urusan luar negeri kepada Presiden. Namun, ia mundur dari jabatannya hanya dua bulan kemudian.
Selanjutnya, RM Margono mendirikan Bank Negara Indonesia pada tahun 1946 dan menjadi direktur pertamanya.
Ia juga pernah diangkat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara dan dekat dengan Soekarno.
Istri Margono atau nenek Prabowo, Raden Nganten Suratmi Siswodihardjo, merupakan keturunan dari Raden Wirawijoyo 2, seorang bangsawan Mataram yang ikut berperang di pihak Diponegoro.
Beberapa orang mengatakan bahwa Prabowo memiliki garis keturunan dari Sunan Giri.
Mendiang Ketua Umum Partai Gerindra, Prof Dr Suhardi, juga pernah mengatakan bahwa Prabowo Subianto masih keturunan dari Sri Sultan Hamengkubuwono II.
RM Margono memiliki tiga anak, dua di antaranya meninggal saat terjadi perang Lengkong pada tahun 1946, bernama Subianto dan Sujono.
Satu-satunya anak RM Margono yang masih hidup adalah anak sulungnya, Sumitro Djojohadikusumo.
Lahir di Kebumen pada tahun 1917, Sumitro selalu bersanding dengan ayahnya di dunia politik.
Pada tahun 1946, ia menjadi delegasi Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai Menteri Ekonomi.
Sumitro dikenal sebagai seorang ekonom handal. Setelah kemerdekaan, ia menjadi Menteri Perdagangan dan Perindustrian pada tahun 1950.
Meskipun ia sempat melakukan program yang menguntungkan pengusaha pribumi dengan mengorbankan kelas pedagang Indonesia Tionghoa, sebenarnya Sumitro adalah peminat ekonomi pasar bebas ala barat.