Foto Santri yang Dihajar Seniornya-SwaraWarta.co.id (Sumber: Kompas) |
SwaraWarta.co.id – Tragedi di Pondok Pesantren Al Hanafiyah Kediri telah mengguncang hati banyak orang, khususnya keluarga Bintang Balqis Maulana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Seorang santri berusia 14 tahun asal Banyuwangi itu meninggal dunia setelah dihajar oleh empat seniornya.
Tangis histeris melanda Suryanto, paman Bintang, ketika ia bertemu dengan Pengasuh Ponpes Al Hanifiyah, Fatihunnada atau Gus Fatih.
Kedukaan yang terpancar dari wajahnya mencerminkan kekecewaan dan ketidakpercayaan terhadap kejadian tragis ini.
Suryanto mencoba membayangkan penderitaan yang dialami Bintang saat dihajar oleh seniornya.
Suryanto mengecam kekerasan yang dialami keponakannya, berharap bahwa penyelesaian konflik seharusnya melibatkan ilmu, bukan kekerasan.
Proses hukum diserahkan sepenuhnya ke tangan polisi oleh Suryanto.
Ia mendesak agar polisi mengusut kasus ini secara tuntas, dan juga menginginkan pondok pesantren untuk melakukan evaluasi guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Keluarga Bintang menyampaikan pesan terakhir yang dikirim oleh sang korban melalui WhatsApp, meminta agar segera dijemput dan mengungkapkan rasa ketakutannya.
Namun, keluarga tidak menduga bahwa itu akan menjadi pesan terakhir dari Bintang. Pada Sabtu, 24 Februari, Bintang pulang dalam keadaan tak bernyawa, menyisakan kesedihan mendalam bagi keluarga.
Viralnya video kemarahan keluarga korban terhadap pria yang mengantarkan jenazah korban pulang ke Banyuwangi menambah lapisan kesedihan.
Darah masih berceceran dari kain kafan korban, dan video tersebut menyebar di media sosial serta grup WhatsApp.
Kekejaman yang dialami Bintang semakin terasa nyata melalui gambaran yang terpampang di layar ponsel banyak orang.
Sebelum meninggal, Bintang mengirim pesan kepada keluarganya, memohon untuk dipulangkan dari pondok yang berada di Kecamatan Mojo, Kota Kediri.
Pesan itu berisi ketakutannya yang tidak dijelaskan secara rinci. Yang intinya korban minta segera dijemput karena merasa ketakutan.
Keluarga tak menyadari bahwa itu adalah pesan terakhir dari Bintang.
Pada Sabtu, 24 Februari, Bintang pulang, namun dalam keadaan kaku tak bernyawa.
Kepulangan Bintang meninggalkan luka yang sulit disembuhkan bagi keluarga, sementara masyarakat dan pihak berwenang menuntut keadilan dan perlindungan terhadap para santri agar kejadian serupa tidak terulang.
Tragedi ini menjadi panggilan untuk refleksi mendalam tentang keamanan dan perlindungan di lingkungan pondok pesantren.
Semoga proses hukum dapat membawa keadilan dan memberikan pelajaran berharga untuk mencegah terulangnya kejadian tragis serupa di masa depan.***