Aplikasi Sirekap yang digunakan untuk penghitungan Suara Pemilu 2024 (Dok. Istimewa) |
SwaraWarta.co.id – Ismail Fahmi, pendiri Drone Emprit, baru-baru ini mengungkapkan beberapa ketidakberesan dalam sistem penghitungan suara yang digunakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) selama Pemilihan Presiden Indonesia 2024.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Fahmi, salah satu ketidakberesan yang viral di Twitter adalah lonjakan suara yang diterima oleh pasangan calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, pada sistem Sirekap pada Kamis,(15/2) pukul 19.00 WIB.
“Kenapa, ternyata ada satu TPS di Lampung itu dikasih suara 3,5 juta, ini nggak tau kesalahan apa disengaja atau apa, tapi ini menimbulkan kehebohan kemarin viral,” katanya dalam konferensi pers secara online, Sabtu (17/2).
Pada saat itu, Anies-Muhaimin menerima 31,98% suara, sementara pasangan calon nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berhasil meraih 51,63% suara, dan pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD menerima 16,4% suara.
Namun, pada pukul 20.30 WIB pada hari yang sama angka tersebut berubah menjadi 25,43% untuk Anies-Muhaimin.
Fahmi mengatakan bahwa salah satu tempat pemungutan suara di Lampung diberikan 3,5 juta suara, dan ini memunculkan kecurigaan serta kekhawatiran apakah ketidakberesan ini disengaja atau hanya kesalahan.
Fahmi juga menyoroti bahwa sistem Sirekap mengalami kesalahan dalam penghitungan suara tidak hanya untuk Anies-Muhaimin, tetapi juga untuk Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud.
Masalah ini sudah diprediksi oleh beberapa gerakan sipil untuk memastikan keamanan pemilihan karena sistem Sirekap belum siap dan diuji secara menyeluruh untuk pemilihan nasional.
“Pertama, kami diskusi dengan teman-teman Perludem, Elsam juga, mereka melihat sirekap ini belum siap, belum dites luas sehingga ketika di rollout luar biasa banya, banyak sekali masalah dan mereka sudah menduga itu terjadi,” imbuh dia
Meskipun suara yang dimasukkan ke dalam sistem Sirekap tidak digunakan untuk menentukan pemenang pemilihan presiden, Fahmi menekankan bahwa Sirekap adalah satu-satunya cara bagi masyarakat untuk mengawasi cara penghitungan suara.
Dia menolak pendapat bahwa Sirekap hanya alat kontrol dari KPU dan mengatakan bahwa penting bagi masyarakat untuk memonitor hasil pemilihan.
“Argumen bahwa sirekap hanya sebagai alat kontrol saja dari KPU saya kira tidak bisa kita terima, karena bagaimanapun ini satu-satunya cara buat publik untuk mengontrol,” kata Ismail
Selain itu, sikap KPU yang lamban dalam menanggapi kekurangan Sirekap, hanya bereaksi terhadap masalah ketika sudah menjadi viral di media sosial, telah dikritik.
“Seperti disampaikan ada pola tadi kalau sudah rame di medsos baru diperbaiki,” ucapnya
Lebih lanjut, Fahmi menuntut agar KPU serius dalam menangani kekurangan Sirekap.