Rektor Universitas Pancasila Dituduh Lakukan Pelecehan, Polisi Periksa 2 Pelapor dan 4 Saksi |
SwaraWarta.co.id – Rektor Universitas Pancasila Jakarta Prof Dr Edie Toet Hedratno alias ETH tersandung kasus dugaan pelecehan seksual oleh dua karyawati.
Kedua laporan tersebut saat ini masih ditangani oleh Polda Metro Jaya.
“Kedua-duanya masih dalam penyelidikan,” kata Ade Ary Syam Indradi, Kabid Humas Polda Metro Jaya, saat dihubungi swarawarta.co.id, Senin (26/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ade Ary mengatakan pihaknya mendapat dua laporan terhadap rektor E. Laporannya sama yaitu terkait dugaan pelecehan seksual.
“Ada dua laporan yang sama, mengenai dugaan pelecehan seksual juga,” tambah Ade Ary.
Ade Ary menjelaskan, satu laporan atas nama pelapor inisial RZ. Laporan RZ soal dugaan pelecehan seksual ini dibuat di Polda Metro Jaya pada 12 Januari 2024.
“Satu lagi limpahan dari Bareskrim Polri atas nama pelapor inisial DF. Laporannya tanggal 29 Januari,” lanjutnya.
Rektor Universitas Pancasila hari ini dipanggil polisi. Ia akan dimintai keterangan terkait laporan dugaan pelecehan seksual.
“Iya jadwalnya hari ini,” ucap Ade Ary.
Pemeriksaan dilakukan di gedung Direktorat Reskrimum Polda Metro Jaya. ET akan diminta klarifikasi soal dugaan pelecehan yang dituduhkan kepadanya.
“Pemeriksaan dalam rangka penyelidikan terhadap laporan dugaan pelecehan,” ujarnya.
Dikonfirmasi terpisah, kuasa hukum rektor E, Raden Nanda Setiawan menyatakan surat panggilan pemeriksaan itu telah diterima oleh kliennya.
Namun, ia belum bisa memastikan apakah E akan menghadiri pemeriksaan tersebut.
“Nanti kami infokan,” ujar Nanda.
Rektor Universitas Pancasila buka suara soal laporan dugaan pelecehan yang ditujukan kepadanya. Rektor berinisial ET membantah tuduhan pelecehan tersebut.
“Berita tersebut kami pastikan didasarkan atas laporan yang tidak benar dan tidak pernah terjadi peristiwa yang dilaporkan tersebut,” kata kuasa hukum rektor, Raden Nanda Setiawan, dalam keterangannya kepada detikcom, Sabtu (24/2).
Raden menyampaikan setiap orang berhak untuk melapor. Namun, ia mengingatkan adanya konsekuensi hukum jika laporan tersebut fiktif.
“Namun, kembali lagi hak setiap orang bisa mengajukan laporan ke Kepolisian. Tapi, perlu kita ketahui laporan atas suatu peristiwa fiktif akan ada konsekuensi hukumnya,” tuturnya.
Ia menilai laporan tersebut janggal. Terlebih pelaporan tersebut dilakukan di tengah pemilihan rektor baru.
“Terhadap isu hukum atas berita yang beredar tersebut kita harus menjunjung tinggi prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence), terlebih lagi isu pelecehan seksual yang terjadi 1 tahun lalu, terlalu janggal jika baru dilaporkan pada saat ini dalam proses pemilihan rektor baru,” katanya.
Raden menyampaikan pihaknya menghormati proses hukum yang saat ini berjalan. Menurutnya, polisi bekerja secara profesional untuk membuktikan benar-tidaknya laporan tersebut.
“Saat ini kami sedang mengikuti proses atas laporan tersebut. Kita percayakan kepada pihak Kepolisian untuk memproses secara profesional,” tuturnya.