Perwakilan ICW Datangi KPU RI – SwaraWarta.co.id (Sumber: Kompas) |
SwaraWarta.co.id – Peneliti Indonesia Coruption Watch (ICW) Egi Primayogha meminta transparansi Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengenai Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Adapun transparansi itu berkaitan dengan dokumen pengadaan, dokumen anggaran, dan daftar kerusakan yang pernah terjadi di Sirekap.
ICW mendatangi dan menyurati KPU RI untuk meminta data terkait Sirekap, dengan tujuan memeriksa prosesnya dan memastikan kesesuaian dengan tata kelola pemerintahan yang baik.
Egi menyatakan bahwa pihaknya meminta melakukannya agar ICW bisa memeriksa bagaimana prosesnya, apakah sudah sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih atau belum.
Dalam hal ini ICW pun mendorong pihak KPU untuk segera melakukan audit Sirekap sebagai alat bantu penghitungan suara pada pelaksanaan Pemilu 2024.
Audit ini dianggap penting untuk memahami alasan mendasar KPU menerapkan Sirekap pada Pemilu 2024 yang kompleks.
Egi menjelaskan juga bahwa di tengah dugaan kecurangan pemilu yang masif, tentu pihaknya ingin memeriksa apakah betul ada kecurangan yang terjadi melalui Sirekap.
Jadi, pihaknya ingin memeriksa dokumennya terlebih dahulu untuk memastikan bahwa kecurangan yang dimaksud itu tidak akan terjadi.
Menurut Egi, langkah ini merupakan bagian dari partisipasi masyarakat sipil terhadap informasi yang dimiliki oleh Badan Publik yang ketentuannya diatur sebagaimana yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Menurut Pasal 12 Peraturan KPU No. 1 tahun 2019, KPU sebagai badan publik wajib memberikan respons paling lambat tiga hari kerja.
Sebelumnya, anggota KPU RI Betty Epsilon Idroos menyatakan pihaknya akan mengevaluasi infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) terkait kesalahan data antara Form C hasil yang diunggah ke Sirekap dengan data di tempat pemungutan suara (TPS).
Sistem itu tentunya akan sangat tergantung bagi manusianya, apa pun jenis sistem informasi yang digunakan akan juga sangat tergantung bagi penggunanya. Oleh karena itu, ini harusnya menjadi bagian evaluasi KPU.
Betty mengemukakan bahwa pengunggahan data oleh petugas KPPS di setiap TPS memerlukan infrastruktur memadai, seperti telepon genggam atau ponsel hingga jaringan internet cepat.
Data Form C hasil harus difoto menggunakan gawai setiap anggota KPPS, lalu foto tersebut dimasukkan ke dalam situs Sirekap.
Sirekap menggunakan teknologi pengenalan tanda optis (optical mark recognition atau OMR) dan pengenalan karakter optis (optical character recognition atau OCR).
Teknologi ini memungkinkan pengenalan pola tulisan manual dan konversi langsung dari angka berupa tulisan menjadi data numerik di Sirekap.
Betty menjelaskan bahwa permasalahan terjadi ketika teknologi Sirekap tidak dapat mendeteksi foto tulisan angka dengan baik, sehingga terjadi perbedaan data numerik.
Anggota KPU RI Idham Kholid menambahkan bahwa penghitungan suara sempat tertunda karena sinkronisasi antara data TPS dan data di Sirekap.
Walaupun demikian, Idham memastikan bahwa proses rekapitulasi yang dilakukan petugas hingga saat ini sudah berlangsung di beberapa kota besar, termasuk Jakarta.
ICW berharap adanya transparansi dan audit ini dapat memastikan integritas serta validitas penghitungan suara Pemilu 2024.***