Islam dalam Korea Modern-SwaraWarta.co.id (Sumber: IDN Times) |
SwaraWarta.co.id – Pasca Perang Dunia II, Korea mengalami perang saudara dengan korban sekitar 5 juta warga sipil, terutama pada awal 1950-an, yang melibatkan Korea bagian utara dan selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Korea Utara, didukung oleh China dan Uni Soviet, berhadapan dengan Korea Selatan yang mendapat bantuan dari Amerika Serikat, Turki, dan beberapa negara sekutu.
Turki, di bawah PBB, mengirimkan tentara terbanyak setelah Amerika, membantu mengurus sekolah-sekolah bagi anak yatim, dan mengajarkan Islam kepada masyarakat Korea Selatan.
Pada 1955, mereka membentuk Persatuan Orang Islam Korea. Komunitas Muslim di Korea Selatan berkembang pesat dengan dukungan dari negara lain.
Pada 1962, Kerajaan Malaysia menawarkan bantuan finansial untuk membangun masjid di Seoul, tetapi pembiayaan terhenti karena Inflasi fiskal.
Pada 1970-an, hubungan ekonomi Korea Selatan dengan negara Timur Tengah menggeliat, dan orang Korea yang bekerja di Arab Saudi menjadi pemeluk Islam, meningkatkan populasi Muslim di Korea Selatan.
Pada 1974, masjid sentral di Seoul dan Islamic Centre berdiri, diikuti oleh tempat-tempat ibadah umat Muslim temporer di beberapa daerah.
Meskipun mayoritas penduduk Korea Selatan beragama Buddha, toleransi dan menghargai perbedaan keyakinan dijaga dengan baik.
Namun, pasca serangan teroris 11 September 2001, islamofobia menyebar hingga ke Korea Selatan.
Media-media di Korea Selatan, menurut Muhammad Masrur Irsyadi, melabeli Islam sebagai agama ekstrimis dan radikal, terutama setelah kedatangan imigran Muslim.
Sebelum 9/11, sentimen anti-Islam dan anti-Arab sudah tersebar luas di Korea, dipengaruhi oleh dinamika aktivitas agama dan ketidakpahaman terhadap ajaran Islam di daerah terpencil.
Perkembangan komunitas Muslim di Korea Selatan tetap berlanjut.
Pada 500 kata ini, kita mencermati bagaimana bantuan dari Turki dan Malaysia serta imigran Muslim dari Arab Saudi telah memengaruhi pertumbuhan populasi Muslim di Korea Selatan.
Meskipun kendala keuangan terhenti, komitmen untuk membentuk Persatuan Orang Islam Korea pada 1955 terbukti penting.
Pada 1974, berdirinya masjid sentral di Seoul dan Islamic Centre menandai langkah besar dalam mendukung kehidupan beragama Muslim.
Tetapi, perjalanan komunitas Muslim di Korea Selatan tidak selalu mulus.
Serangan 9/11 dan ketidakpahaman terhadap Islam diakui sebagai faktor yang memicu islamofobia, mempengaruhi persepsi sosial terhadap Muslim.
Muhammad Masrur Irsyadi mencatat bahwa media-media di Korea Selatan turut berkontribusi dengan melabeli Islam sebagai agama ekstrimis dan radikal, memperburuk persepsi terhadap umat Islam.
Bahkan sebelum 9/11, sentimen anti-Islam sudah ada, seperti yang diungkapkan oleh Jeong Min Seo, menyoroti ketidaktahuan dan kesalahpahaman di daerah terpencil terhadap ajaran Islam.
Dalam menghadapi tantangan ini, komunitas Muslim di Korea Selatan terus berusaha membangun pemahaman dan toleransi.
Perkembangan ekonomi Korea Selatan dengan negara Timur Tengah pada 1970-an juga membuka peluang bagi orang Korea yang bekerja di Arab Saudi untuk menjadi pemeluk Islam, memperkaya keberagaman agama di negara tersebut.
Meskipun beberapa rintangan dihadapi, komunitas Muslim di Korea Selatan menunjukkan ketahanan dan keteguhan dalam mempertahankan identitas dan keyakinan mereka.***