Tari Tradisional Papua Barat Daya |
SwaraWarta.co.id – Papua, sebagai salah satu bagian dari wilayah Indonesia bagian timur yang menyajikan banyak keindahan alamnya, juga seni budayanya semisal tari tradisional Papua Barat Daya.
Salah satu dari bagian kekayaan seni budaya tersebut, Papua, dalam hal ini tari tradisional Papua Barat Daya salah satunya, bisa jadi daya tarik wisatawan baik lokal maupun internasional untuk datang berkunjung.
Tari tradisional Papua Barat Daya yang menjadi bagian dari kekayaan wilayah Papua, kebanyakan memiliki otentikasi tersendiri yang tidak bisa disamakan oleh daerah lain, baik dari segi gerakan, maupun dari filosofi yang membersamainya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tema yang diangkat dalam tari tradisional Papua Barat Daya ini biasanya lebih kepada kegiatan sehari-hari yang mereka lakukan dalam segala rutinitas yang dilakukan.
Dari mulai bangun tidur, pekerjaan rumah tangga, atau pekerjaan lainnya dalam pemenuhan kehidupan sehari-hari.
5 Tari Tradisional Papua Barat Daya
Ada banyak jenis tari tradisional Papua Barat Daya yang ada di masyarakat, dan berikut beberapa di antaranya:
1. Tari Tumbu Tanah
Tari Tumbu Tanah |
Dansa Tumbu Tanah identik dengan tarian yang dilakukan oleh masyarakat adat suku Arfak.
Formasinya berupa tarian yang mengingatkan kita akan gambaran seekor ular yang sedang melilitkan diri di atas sebuah batang pohon.
Karena formasi tariannya ini pula, tari tradisional Papua Barat Daya Tumbu Tanah ini juga dikenal dengan nama lainnya, yakni Tari Ular.
Pertunjukkan tari tradisional Papua Barat Daya Tumbu Tanah ini sendiri dilakukan tidak sembarangan, ada moment-moment tertentu yang biasanya dilakukan pada saat-saat istimewa.
Saat istimewa yang dimaksud semisal, perayaan pesta pernikahan, merayakan kemenangan dalam sebuah peperangan, atau bisa pula untuk acara penerimaan tamu yang datang dari luar wilayah Arfak.
Banyak hal menarik dari tarian ini selain karena merupakan ciri khas dari masyarakat tradisional Arfak sendiri, yakni dari penggunaan musik pengiring, alat musik yang dipakai serta gerakan tarinya yang tidak sama dengan daerah Papua lainnya.
Sedikit catatan, Suku Arfak merupakan suku yang memiliki sub-suku yang meliputi Hatam, Meyah, Sough, dan Moile.
Keempat sub-suku tersebut sama-sama melakukan perayaan momen-momen penting mereka dengan pertunjukkan tarian Tumbu Tanah ini.
Meski dengan keseragaman menyebut tari ini sebagai Tari Tumbu Tanah, akan tetapi dalam bahasa lokal mereka masing-masing ada penyebutan nama yang berbeda.
Ibihim merupakan sebutan Tari Tumbu Tanah untuk suku Hatam, sementara suku Moile menyebutnya dengan nama Isim.
Berbeda dengan kedua suku lainnya, suku Meyah menyebutnya dengan sebutan Mugka, dan terakhir suku Sough, menyebut Tari Tumbu Tanah dengan sebutan lokal Manyohora.
2. Tari Aniri
Tari Aniri |
Selain mistis dan sakral, Tari Aniri juga menampilkan sisi magis-nya ketika dipertunjukkan. Karena hal inilah, tarian ini tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang.
Hanya orang-orang tertentulah, yang biasanya memiliki keahlian atau dianggap memiliki kemampuan spiritual yang boleh melakukannya.
Dalam catatan perkembangan dan sejarahnya, Tari Tradisional Papua Barat Tari Aniri ini berasal dari daerah Kokas, Kabupaten Fakfak.
Secara formasi, tarian ini dilakukan oleh sekelompok penari lintas genre; baik perempuan maupun laki-laki, yang biasanya diadakan pada waktu sore hari atau pada malam hari.
Ada filosofi dan latar belakang tersembunyi dari tarian ini, secara harfiah, Tari Arini menggambarkan sebuah upaya pembebasan kepada seorang anak yang ditinggalkan dan ditelantarkan oleh kedua orang tuanya di sebuah dusun.
Sang anak tersebut diganggu oleh makhluk tak kasat mata atau sebangsa setan, iblis, atau yang sejenisnya.
Dan para penari ini melambangkan orang-orang yang hendak menyelamatkannya dengan membebaskan anak tersebut dari gangguan setan yang dimaksud.
3. Tari Afaitaneng
Tari Afaitaneng |
Tari Tradisional Papua Barat berikut berasal dari daerah Distrik Kepulauan Ambai, Kabupaten Kepulauan Yapen.
Keberadaan tarian ini diperkirakan sudah ada di masa yang lampau, bahkan sebelum Bangsa Indonesia masih belum merdeka.
Tema yang hendak diangkat dalam Tari Afaitaneng lebih ke arah tema perjuangan dan kepahlawanan di mana kalau dirunut dari segi bahasa, memiliki dua arti tersendiri.
Afaitaneng jika diartikan sebagai satu kesatuan bahasa adalah “anak panah milik kami’, ini merujuk kepada arti dari suku kata ‘Afai’ sebagai ‘panah’ sementara ‘taneng’ sendiri berarti ‘milik’
Dengan tema kepahlawanan yang diangkat, tarian ini biasanya dilakukan pada saat sore hari hingga malam tiba, dan biasanya juga dilakukan dengan durasi waktu semalam suntuk.
Bukan hanya itu, tarian ini dilakukan setelah mereka pulang dari medan perang dengan kemenangan, dan tari ini sebagai bentuk luapan kegembiraan atas kemenangan juga kehebatan mereka setelah berhasil mengalahkan musuh dengan bersenjatakan busur panah.
Tari Afaitaneng dilakukan secara bergerombol dengan melibatkan banyak perempuan dan juga laki-laki dalam formasi lingkaran ataupun membentuk barisan.
4. Tari Suanggi
Tari Suanggi |
Tari Tradisional Papua Barat Daya ini sudah ada sejak jaman dahulu, meskipun tidak diketahui secara pasti tahun dan masanya.
Tarian ini sendiri menceritakan sebuah kisah di masa lalu di mana seorang istri yang harus meregang nyawa setelah diserang oleh sebentuk makhluk bernama anggi-anggi atau lebih dikenal dengan nama Suanggi, yang merupakan makhluk dari dunia lain sejenis lelembut.
Suanggi sendiri diceritakan sebagai roh jahat yang belum diterima di dunianya hingga hidupnya tidak nyaman sehingga berkelana di alam dunia untuk mengganggu dan merasuki manusia untuk kemudian menyerangnya dengan nyawa sebagai ancamannya.
Dalam hal ini, kepala suku yang bertindak sebagai ketua untuk melawan serangan tersebut, dan tari ini sebagai penggambarannya.
Tari Suanggi dilakukan oleh puluhan penari laki-laki dengan satu orang di antaranya sebagai pemimpinnya dengan bersenjatakan parang dan perisai sebagai simbol perlindungan diri dari serangan sang Suanggi.
Dalam pelaksanaan tarian ini, semua penari laki-laki mengenakan rumbai-rumbai untuk menutupi bagi bawah tubuh mereka masing-masing.
5. Tari Aluyen
Tari Aluyen |
Bila diartikan secara kesatuan, Aluyen bisa diartikan sebagai ‘lagu yang dinyanyikan’.
Berasal dari wilayah Distrik Aimas, Kabupaten Sorong, Tari Aluyen dilakukan biasanya disertakan dalam upacara-upacara adat semisal pembukaan tanah baru untuk dijadikan lahan pertanian atau perkebunan, atau juga dalam acara pendirian rumah baru warganya.
Tari Aluyen dimainkan oleh kelompok laki-laki dan perempuan dengan formasi berbaris ke belakang, ditambah oleh satu orang khusus yang bertindak sebagai pemimpin tarinya.
Kedua kelompok penari baik perempuan maupun laki-laki masing-masing mengenakan aksesoris tari yang berupa li, saika, medik, dan eme. Aksesoris tersebut berupa gelang, manik-manik, dan juga tali.
Masih banyak Tari Tradisional Papua Barat Daya lainnya yang masih bisa diexplore dan memiliki daya tarik luar biasa lainnya. Untuk sementara 5 di atas menjadi beberapa di antaranya.
Keberadaan tari-tarian di atas selayaknya dipertahankan dan dilestarikan agar tidak hilang tergerus oleh zaman dan teknologi modern