Menlu RI tanggapi aksi mahasiswa tolak Rohingya dengan senyuman ( Dok. Istimewa) |
SwaraWarta.co.id – Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, enggan memberikan tanggapan mengenai insiden pengusiran paksa sekelompok pengungsi
Pengusiran ini berlangsung dari tempat penampungan sementara di Gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA) pada Rabu (27/12) yang dilakukan oleh sekelompok massa mahasiswa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat ditanya mengenai nasib para pengungsi, Retno hanya menjawab singkat sambil terlihat tersenyum.
“Makasih, ya, makasih,” jawab Retno saat ditanya wartawan usai penyerahan Sertifikat Warisan Dunia UNESCO untuk Sumbu Filosofi Yogyakarta di Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Kamis (28/12).
Kendati demikian, Retno Marsudi sebelumnya sudah bertemu dengan Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Filippo Grandi, untuk membahas masalah pengungsi Rohingya di Indonesia pada pertemuan di Jenewa, Swiss pada Senin (11/12).
Dalam pertemuan tersebut, Retno mengutarakan bahwa UNHCR akan berusaha maksimal untuk membantu menyelesaikan persoalan pengungsi Rohingya di Indonesia.
Pengusiran paksa oleh massa mahasiswa itu terjadi di Gedung BMA, saat massa yang terdiri dari Universitas Al Washliyah, Universitas Abulyatama, dan Bina Bangsa Getsempena melakukan demonstrasi.
Meskipun koordinator lapangan mahasiswa sedang dalam negosiasi dengan petugas, massa yang berada di belakang langsung melakukan penyerbuan ke basement tempat pengungsi etnis Rohingya berada.
Dalam penyerbuan itu, mahasiswa dilaporkan melakukan tindakan kekerasan seperti melempar botol air ke arah wanita dan anak-anak hingga menendang barang di sekitar.
Setelah sekitar 30 menit berada di dalam basement, massa mahasiswa berhasil mengeluarkan pengungsi Rohingya menuju mobil truk dan membawa mereka ke kantor Kemenkumham Aceh yang hanya berjarak kurang lebih 1 kilometer dari Gedung BMA.
Korlap aksi dari Universitas Abulyatama, Muhammad Khalis, menyatakan mendukung aspirasi masyarakat yang menolak pengungsi Rohingya di Aceh untuk segera dipindahkan atau dipulangkan ke negara asal.
“Sudah sepatutnya kami mendukung masyarakat yang menolak untuk menghindari konflik lebih luas antara masyarakat dengan Rohingya,” kata Khalis.
Ia menyebut masyarakat Aceh sebelumnya menerima pengungsi Rohingya secara lapang dada karena alasan kemanusiaan, namun belakangan ini etnis itu tidak lagi datang sebagai pengungsi melainkan untuk mencari pekerjaan di wilayah Aceh.
“Kini masyarakat Aceh itu kan menolak karena terkait etika dan tingkah laku. Nah dulunya kan masyarakat Aceh menerima tapi hari ini kesannya seperti ada permainan. Kan, sudah ada yang jadi tersangka (kasus penyelundupan manusia),” ujarnya.
Jumlah pengungsi Rohingya yang berada di Gedung BMA tercatat sebanyak 135 orang dan mereka mendarat di pesisir Kabupaten Aceh Besar pada 10 Desember lalu.