Resolusi PBB Soal Konflik Israel-Palestina-SwaraWarta.co.id (SerambiNews.com) |
SwaraWarta.co.id – Pertikaian Israel dan Palestina yang tidak kunjung mereda membuat mayoritas warga dunia merasa prihatin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berbagai demo dukungan untuk Palestina terus terjadi di hampir seluruh belahan dunia.
Warga negara dunia menuntut adanya upaya perdamaian di antara dua negara yang sedang berkonflik.
Para pejabat dunia terus menekan adanya upaya gencatan senjata atau upaya perundingan damai yang ditujukan kepada PBB, sebagai lembaga negara tertinggi di dunia.
Karena hal itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang terdiri dari 193 negara mengumumkan rencana untuk menggelar sesi khusus tentang Gaza, Palestina.
Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap serangan Israel di wilayah tersebut.
Dennis Francis, Presiden Majelis Umum PBB, telah menyampaikan informasi ini kepada negara-negara anggota.
“Presiden Majelis Umum PBB dengan tegas mengumumkan rencananya untuk menyelenggarakan rapat pleno ke-45 dari Sidang Khusus Darurat Majelis Umum yang kesepuluh pada hari Selasa, 12 Desember 2023.
Sebelumnya, Mesir dan Mauritania secara resmi meminta pertemuan melalui penggunaan Resolusi Majelis Umum PBB 377.
Surat tersebut menyoroti urgensi pertemuan ini setelah resolusi gencatan senjata dihadang oleh veto anggota Dewan Keamanan (DK) PBB.”
Resolusi 377 memberikan wewenang kepada badan PBB untuk mengambil langkah-langkah jika Dewan Keamanan PBB tidak berhasil memenuhi tanggung jawab utamanya dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
Majelis Umum PBB pertama kali mengadopsi resolusi ini pada tahun 1950.
Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) menggunakan hak vetonya untuk menolak permintaan Dewan Keamanan PBB terkait gencatan senjata kemanusiaan di Gaza.
Washington menyatakan alasan veto tersebut dengan menyebut bahwa gencatan senjata tersebut dianggap tidak efektif.
Menurut Robert Wood, Wakil Duta Besar AS untuk PBB, “Gencatan hanya akan menjadi pemicu perang berikutnya karena Hamas tidak memiliki keinginan untuk melihat perdamaian yang berlangsung lama.”
Pemungutan suara di Dewan Keamanan sendiri bermula dari langkah Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres minggu lalu, yang menggunakan kekuasaan yang jarang digunakan untuk memperingatkan DK tentang “bencana kemanusiaan” yang akan terjadi di Gaza.
Guterres menggunakan Pasal 99 Piagam PBB, yang terakhir kali dimanfaatkan lebih dari setengah abad yang lalu.
Pasal tersebut memberikan wewenang kepada sekretaris jenderal untuk memberi tahu dewan mengenai hal-hal yang dianggapnya mengancam perdamaian dan keamanan internasional.
Ini mencerminkan peningkatan kekuasaan yang signifikan bagi sekretaris jenderal. Meskipun kekuatan sebenarnya di PBB akhirnya dipegang oleh 193 negara anggota, terutama oleh 15 negara yang berfungsi di Dewan Keamanan.
Resolusi PBB soal perdamaian di dua negara yang bertikai diharapkan bisa segera meredakan pertikaian yang sudah menelan banyak korban jiwa baik sipil maupun militer sendiri.***