Sungai Eufrat Mengering Akibat Perubahan Iklim Global-SwaraWarta.co.id (Sumber: Dream.co.id) |
SwaraWarta.co.id – Sungai Eufrat, atau dikenal sebagai Furat dalam bahasa Arab, sedang menghadapi tantangan serius akibat kekeringan parah yang disebabkan oleh perubahan iklim dunia dalam beberapa tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sungai megah ini mengalir melintasi beberapa negara, termasuk Turki, Suriah, dan Irak, sebelum akhirnya bersatu dengan Sungai Tigris dan membentuk Sungai Syattul Arab yang bermuara di Teluk Persia.
Dalam konteks Islam, Sungai Eufrat memegang peran penting dan dihormati karena melintasi negara-negara Muslim.
Rasulullah SAW bahkan menyebutnya sebagai salah satu dari empat sungai yang bersumber dari surga, memberinya status istimewa sebagai “sungai surga.”
Namun, ironisnya, sungai ini juga diidentifikasi dalam beberapa hadis sebagai salah satu tanda kiamat, di mana salah satunya adalah kekeringannya dan kemunculan gunung emas di tempat yang dulunya mengalir air.
Menurut laporan dari Disway, saat ini, Sungai Tigris dan Eufrat sedang mengalami kekeringan yang memprihatinkan dengan penurunan cepat dalam tingkat debit airnya.
Pada tahun 2021, Kementerian Sumber Daya Air Irak bahkan memberikan peringatan serius bahwa kedua sungai ini bisa mengering pada tahun 2024 jika tren penurunan permukaan air terus berlanjut.
Kondisi ini disebabkan oleh kombinasi faktor, termasuk penurunan permukaan air dan perubahan iklim yang semakin nyata.
Dalam beberapa dekade terakhir, debit air Sungai Eufrat-Tigris mengalami penurunan hampir setengah dari kondisi sebelumnya.
Ini menciptakan dampak ekologis yang signifikan dan mengancam keberlanjutan sumber daya air di kawasan tersebut.
Perubahan iklim telah menjadi pemicu utama dari perubahan dramatis ini, dan negara-negara yang bergantung pada sungai ini untuk kehidupan sehari-hari mereka merasakan konsekuensinya.
Berdasarkan penelitian dan laporan terkini, terlihat bahwa curah hujan yang berkurang, suhu yang meningkat, dan pola aliran sungai yang tidak stabil semuanya berkontribusi pada kondisi kering ini.
Ironisnya, daerah yang sebelumnya basah dan subur karena air dari sungai ini sekarang mengalami tekanan ekstrem akibat ketidakseimbangan ekologis yang terus berkembang.
Selain dampak ekologis, kekeringan Sungai Eufrat juga berpotensi menciptakan krisis sosial dan ekonomi di negara-negara yang dilaluinya.
Ketersediaan air yang berkurang dapat memicu persaingan sumber daya, konflik antarnegara, dan ketidaksetaraan akses terhadap air bersih.
Masyarakat yang bergantung pada sungai ini untuk pertanian, perikanan, dan kebutuhan sehari-hari mereka dapat menghadapi kesulitan serius dalam mempertahankan gaya hidup mereka.
Penting untuk mencatat bahwa perubahan iklim bukanlah masalah lokal, melainkan tantangan global yang memerlukan kerja sama internasional.
Negara-negara yang terdampak, seperti Turki, Suriah, dan Irak, perlu bekerja sama untuk menghadapi dampak kekeringan ini dan mencari solusi berkelanjutan.
Selain itu, komunitas internasional perlu berkontribusi dalam upaya mitigasi perubahan iklim secara keseluruhan.
Pengurangan emisi gas rumah kaca, pelestarian hutan, dan investasi dalam teknologi ramah lingkungan menjadi kunci untuk melawan perubahan iklim yang semakin memprihatinkan.
Ketika kita melihat Sungai Eufrat mengering, itu tidak hanya menjadi isu lingkungan, tetapi juga menjadi panggilan bagi kita semua untuk bertindak.
Kita perlu menyadari bahwa kesehatan sungai ini mencerminkan kesehatan planet kita secara keseluruhan, dan menjaga keberlanjutan air adalah tanggung jawab bersama kita sebagai warga dunia.***