Adab saudi siap pasang badan jika minyak benar-benar ditiadakan. ( Dok. Istimewa) |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
SwaraWarta.co.id – Seperti yang diketahui, Arab Saudi merupakan negara eksportir minyak terbesar di dunia.
Namun, kabarnya minyak fosil bakal dihapuskan. Hal ini tentu memancing reaksi tersendiri bagi sejumlah tokoh penting Arab Saudi.
Pangeran Abdulaziz bin Salman, Menteri Energi Arab Saudi, menolak penghapusan bahan bakar fosil dalam perundingan iklim COP28.
Hal ini menyebabkan perundingan di Dubai menjadi sulit. Meskipun penghentian penggunaan bahan bakar tersebut ditulis dalam draf pertama.
Yang mana hal tersebut berisi perjanjian aksi iklim yang sedang dibahas oleh delegasi, namun Pangeran Abdulaziz yang juga saudara tiri dari Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS).
Dalam perjanjian tersebut mengatakan bahwa Arab Saudi, yang merupakan eksportir minyak terbesar di dunia, tidak akan menyetujuinya.
Perundingan tersebut dijadwalkan akan selesai pada 12 Desember mendatang waktu setempat.
“Sama sekali tidak,” ujarnya seperti yang dikutip dari CNBD Indonesia.
Pangeran Abdulaziz, dalam wawancara dengan Bloomberg di Riyadh yang dikutip AFP, menolak penghapusan bahan bakar fosil dalam perundingan iklim COP28.
Dirinya menyatakan bahwa tidak ada satu pun pemerintah yang percaya akan hal tersebut.
Sekitar 200 negara diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam pertemuan di Dubai yang diadakan pada akhir tahun ini.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, dalam wawancara dengan AFP pekan lalu, menyerukan penghentian total bahan bakar fosil untuk mengatasi situasi darurat iklim.
Namun Pangeran Abdulaziz menantang semua orang yang mengusulkan penghentian bertahap tersebut untuk melakukannya sendiri.
Arab Saudi, di sisi lain, mencemooh sumbangan Barat untuk dana kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim sebagai “perubahan kecil”.
Mereka sendiri mengumandangkan janji kepada negara-negara berkembang. Dana untuk negara-negara rentan saat ini telah menarik sekitar US$655 juta dari donor seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Namun jumlah tersebut dikritik oleh aktivis karena dianggap tidak mencukupi.
Arab Saudi telah memperbarui sumber energinya, berinvestasi pada energi terbarukan, dan meningkatkan efisiensi energi dalam upaya dekarbonisasi perekonomiannya pada tahun 2030.
Namun demikian, target tersebut belum termasuk emisi dari 8,9 juta barel minyak per hari yang diekspor oleh Arab Saudi.