Mengenal Tugu Lilin, Simbol Kebangkitan Nasional dan Lambang Kota Solo |
SwaraWarta.co.id – Jika kamu adalah warga Solo, pasti tak asing lagi dengan Tugu Kebangkitan Nasional yang lebih dikenal sebagai Tugu Lilin.
Tugu ini tidak hanya menjadi landmark kota, tetapi juga lambang resmi Pemerintah Kota Surakarta. Mari kita telusuri lebih dalam mengenai asal-usul dan sejarah berdirinya Tugu Lilin yang begitu monumental ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Awal Mula Tugu Lilin: Kongres Indonesia Raya I
Pertama kali ide pembangunan Tugu Lilin muncul pada Kongres Indonesia Raya I tahun 1931 di Surabaya.
Perwakilan masyarakat Solo pada kongres tersebut mengusulkan pembangunan tugu untuk memperingati 25 tahun Kebangkitan Nasional.
Usulan Masyarakat Solo di Kongres Indonesia Raya I
Usulan tersebut kemudian dibawa ke rapat di Kota Surakarta oleh Boedi Oetomo, bagian dari Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPKI).
Boedi Oetomo menjelaskan usulan tersebut, dan akhirnya disepakati untuk mendirikan tugu peringatan 25 tahun Kebangkitan Nasional di Kota Solo.
KRT Woerjaningrat, menantu PB X dan wakil ketua Boedi Oetomo, ditunjuk sebagai penanggung jawab pembangunan Tugu Lilin.
Konsep Bangunan dan Peran Ir. Soetedjo
Konsep bangunan Tugu Lilin menjadi karya Ir. Soetedjo. Menurut komite pembangunan, konsep ini dianggap mencerminkan cita-cita kebangsaan dan dapat dimengerti oleh masyarakat umum.
Bentuk tugu melambangkan kekuatan, sementara lilin melambangkan penerangan, menggambarkan harapan para pejuang Kemerdekaan Indonesia.
Hambatan dan Penolakan Belanda
Meskipun peletakan batu pertama dilakukan pada awal Desember 1933, pembangunan Tugu Lilin menghadapi penolakan dari pemerintah Hindia Belanda.
Mereka melihat tugu ini sebagai simbol pemberontakan dan menganggapnya sebagai ancaman.
Residen Surakarta dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Bonifacius Cornelis de Jonge, bahkan mengundang Pakubuwono X untuk membicarakan masalah ini. Namun, pembangunan terus berlanjut.
Pembangunan yang Ditolak dan Akhirnya Diterima
Pembangunan terus dilanjutkan hingga selesai pada Oktober 1934. Tugu ini diberi nama “Toegoe peringatan pergerakan kebangsaan 1908-1933.”
Namun, namanya mendapat penolakan lagi dari pemerintah Hindia Belanda, dan mereka mengancam akan membongkarnya.
Pakubuwono X turun tangan dan berusaha mendapatkan izin dari pemerintah. Namun, pada akhirnya, Tugu Lilin harus mengganti namanya menjadi “Toegoe peringatan kemadjoean ra’jat 1908-1933” agar tidak dibongkar.
Simbol Kebangkitan Nasional
Setelah Indonesia merdeka, Tugu Lilin dijadikan simbol peringatan Kebangunan Nasional dan diperingati oleh pemerintah sejak tahun 1948.
Meskipun sempat mengalami penolakan dan hambatan, Tugu Lilin tetap berdiri sebagai saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Sejak saat itu, Tugu Lilin menjadi salah satu ikon paling bersejarah dan penting di Kota Solo, mengingatkan kita akan perjalanan panjang menuju kemerdekaan dan kebangkitan nasional.
Semoga dengan mengetahui sejarahnya, kita semakin menghargai nilai-nilai yang diwakili oleh Tugu Lilin di tengah Kota Solo yang damai dan bersejarah. Mari lestarikan warisan sejarah kita!