Masyarakat Aceh Menuding para Pengungsi Rohingya Kerap Membuat Masalah Ketika Sampai di Daratan. |
SwaraWarta.co.id – Di tengah sorotan perhatian dunia
terhadap pengungsi Rohingya yang mengungsi ke Aceh, Indonesia, pemerintah tampaknya
harus sangat serius menangani masalah ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Para pengamat mendukung langkah pemerintah dalam merespons
situasi ini, tetapi seiring dengan itu muncul beragam permasalahan yang mengganggu
ketenangan domestik.
Adriana Elizabeth, seorang peneliti ASEAN dari Badan Riset
Inovasi Nasional (BRIN), mengungkapkan bahwa persoalan pengungsi Rohingya telah
menciptakan ketegangan dalam negeri, terutama menjelang pemilu.
Kekhawatiran akan beban tambahan dan potensi pembelahan
konsentrasi aparat keamanan menjadi sebuah fokus perhatian.
Adapun Menkopolhukam, Mahfud MD, sebelumnya menegaskan bahwa
penerimaan terhadap pengungsi dilakukan berdasarkan rasa kemanusiaan.
Namun, Adriana
mencatat bahwa pendekatan ini telah menimbulkan kebingungan di tingkat
pemerintah daerah (pemda), memaksa pencarian solusi yang inovatif.
Mitra Salima Suryono, juru bicara UNHCR Indonesia, tetap
berharap agar semangat solidaritas dan kemanusiaan dapat memandu tindakan
pemerintah Indonesia dalam menangani krisis pengungsi Rohingya. Namun, situasi
di Aceh memberikan gambaran yang rumit.
Keenam kapal pengungsi Rohingya yang tiba di Aceh secara
berdekatan menghadapi penolakan dari warga setempat.
Keluhan masyarakat terhadap perilaku pengungsi rohingya, seperti
kaburnya dari penampungan dan mengelukan terkait penerimaan bantuan makanan,
menjadi kendala utama.
Seorang warga, Maimum Fikri, memberikan sudut pandang unik
terkait perubahan sikap masyarakat Aceh terhadap pengungsi Rohingya.
Ia mengungkapkan bahwa sikap hangat dan penuh simpati
awalnya berubah ketika pengungsi terlihat kurang menghargai bantuan yang
diberikan oleh warga setempat.
“Dulu di Bireun, masyarakat menjamu Rohingya dengan
penuh sukacita, memberikan pakaian layak, dan berempati.
Namun, mereka kabur ke Malaysia begitu sembuh,” ungkap
Maimum, warga yang menetap di Banda Aceh.
Pemerintah Indonesia mencatat adanya 1.487 pengungsi
Rohingya yang tersebar di penampungan sementara di Aceh, Medan, dan Pekanbaru.
Namun, Mahfud MD menyadari bahwa penerimaan ini memicu
penolakan dan kebingungan di tingkat pemda.
Sebagai puncak permasalahan, pertanyaan besar muncul:
bagaimana Indonesia dapat menemukan solusi unik dan efektif yang tidak hanya
merespons kebutuhan kemanusiaan, tetapi juga mengatasi ketegangan di tingkat
lokal? Dalam menghadapi tantangan ini, mungkin saatnya untuk menciptakan solusi
inovatif yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat, sehingga keberlanjutan
dan kesejahteraan dapat dicapai tanpa meninggalkan nilai kemanusiaan.