Tersangka saat melakukan Konferensi pers di Mapolrestabes Semarang, Senin, (20/11) (Dok. Istimewa) |
SwaraWarta.co.id – Menurut pengakuan pelaku, pelecehan dilakukan tanpa adanya iming-iming kepada korban. Hal ini juga dibenarkan oleh Wakasatreskrim Polrestabes Semarang, Kompol Aris Munandar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kompol Aris Munandar mengungkapkan bahwa pelaku memegang beberapa bagian intim korban.
“Ada gerakan tangan tersangka di bagian intim korban di atas dan bawah,” Ungkapnya pada hari Sabtu, (18/11).
Aksi bejat terbuat telah dilakukan selama 3 tahun di wilayah Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang. Selain itu, peristiwa ini terbongkar saat murid mengadu ke orangtuanya.
Awalnya pelaku dikenal sebagai pribadi yang baik dan cukup dekat dengan anak-anak, hingga pada akhirnya kelakuan bejatnya berhasil terbongkar.
Usai kelakuannya terbongkar, ternyata pelaku mendirikan TPQ hanya kamuflase semata agar bisa melampiaskan nafsu bejatnya.
Diketahui, PR telah melecehkan 17 anak dibawah umur. Dan aksi ini baru terbongkar pada bulan Oktober- November 2023.
Pelaku sendiri berhasil ditangkap di Semarang Barat. Kemudian pelaku ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Semarang.
Saat ditemui oleh awak media, Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar mengungkapkan bahwa para korban merupakan tetangga yang tinggal tak jauh dari TPQ.
“Peristiwa pada Oktober hingga November ini, sekira dua bulan dilakukan di tempat mengajar (ngaji).” Ungkap Pol Irwan pada hari Senin, (20/11).
Dalam kurun waktu 3 tahun, hampir semua murid perempuan menjadi korban pelecehan yang dilakukan oleh PR.
Kejadian ini terbongkar usai orang tua korban saling memberikan pengakuan bahwa sang anak mendapatkan perlakukan tak wajar dari PR.
Selain itu, TPQ yang didirikan oleh pelaku ternyata belum mengantongi izin dari Kemenag.
Menurut pengakuannya, pelaku tidak bisa mengendalikan nafsunya usai menonton video porno yang dikirim oleh temannya.
Atas perbuatannya, pelaku terancam hukuman penjara paling cepat 5 tahun dan paling lama 15 tahun. Hal ini sesuai dengan UU Perlindungan Anak Pasal 80 Junto 76.
Setelah mendapatkan perlakuan tidak senonoh dari pelaku, banyak orang tua murid yang mengaku bahwa anaknya mengalami trauma.
Menurut Ali Ahsun Wijaya selaku Ketua RW, para orang tua dan juga korban telah dikumpulkan untuk mendapatkan bimbingan konseling.
“Ya diberi konseling,” ungkap Ali pada hari Senin, (20/11).
Konseling ini sengaja dilakukan untuk memberikan edukasi kepada para korban agar tidak mengalami kejadian serupa di kemudian hari.