Ilustrasi pengeroyokan yang dilakukan perangkat desa (Dok.Istimewa) |
SwaraWarta.co.id – Pihak Kepolisian Resor (Polres) Flores Timur menetapkan seorang Kepala Desa Waibao di Kecamatan Tanjung Bunga, berinisial HRA, sebagai tersangka atas kasus penganiayaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kasus penganiayaan tersebut dilakukan oleh Kades (Kepala Desa) kepada salah satu warganya yang bernama Yohanes Bulet Koten atau YBK.
Tidak hanya itu saja, pihak kepolisian juga menetapkan 3 aparat desa sebagai tersangka dalam kasus ini. Ketiga aparat desa tersebut berinisial PLK, GRK, dan PK.
Kepala Seksi Humas Polres Flores Timur, Iptu Anwar Sanusi, mengungkapkan bahwa penetapan 4 tersangka tersebut dilakukan setelah penyidik melakukan serangkaian penyelidikan.
“Selanjutnya penyidik melakukan gelar perkara dan menetapkan empat tersangka, yakni HRA, PLK, GRK, PK,” Ungkap Sanusi pada hari Rabu, (18/10).
Lebih lanjut, Sanusi mengungkapkan bahwa tersangka dijerat Pasal 170 ayat (1) KUHP atau Pasal 351 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, keempat pelaku tidak ditahan. Hal Ini terjadi karena penyidik menilai keempat tersangka kooperatif selama menjalani pemeriksaan.
“Para tersangka ini akan dipanggil untuk diperiksa dan dimintai keterangan sebagai tersangka,” ungkapnya.
Kasus penganiayaan ini sendiri terjadi pada hari Kamis, (17/8). Akibat penganiayaan tersebut, korban terpaksa harus dilarikan ke rumah sakit lantaran mengalami luka di beberapa tubuhnya mulai dari dahi, bibir, hidung dan juga telinga.
Menurut keterangan tersangka, kejadian ini bermula saat korban menghubungi salah satu kepala dusun dan mengancam akan mematahkan rahangnya.
Sebagai pimpinan, HRA merasa tidak terima. Kemudian HRA bersama beberapa perangkat desa mendatangi korban untuk memberikan pembinaan.
“Akhirnya kami turun ke rumah korban, sebelum saya tampar dia (korban) teman-teman staf desa juga ikut memukul dia. Pukulan itu artinya kami sudah sangat kesal,” Ungkap HRA saat dihubungi awak media.
Menurut HRA, apa yang dilakukannya bersama perangkat desa bukanlah penganiayaan melainkan hanya pembinaan fisik. Sebab teguran secara lisan telah dilakukan berkali-kali oleh pihaknya, namun tidak ada tindak lanjut dari korban.
“Kami pukul ada dasar, kami tidak melakukan penganiayaan tapi bentuk pembinaan secara fisik. Karena secara teguran secara lisan kami sudah lakukan beberapa kali, bukan baru satu kali,” ungkap HRA.
Tidak hanya itu saja, korban juga sering melakukan perbuatan yang meresahkan masyarakat sekitar mulai dari mabuk-mabukan hingga memutar musik tanpa mengenal waktu.